Oleh Venella Yayank Hera Anggia [] Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat
Islam Semester II; IAIN Tulungagung [] Staf Verstehen Organic Philosophy
Pada abad pertengahan, Eropa mengalami masa kegelapan akan ilmu pengetahuan
selama seribu tahun. Hal ini disebabkan karena Gereja berkuasa penuh atas
segala hal dalam kehidupan manusia di Eropa. Gereja telah menentukan segala
aktivitas bahkan kebenaran yang harus dipatuhi, termasuk mengenai segala
ilmu harus berasal dari Al kitab. Semua hal yang tidak sesuai dengan Al
Kitab khususnya ilmu pengetahuan, akan mendapatkan hukuman dari pihak
Gereja.
Kasus tersebut pernah terjadi pada masa dimana Galileo Galilei membuktikan
bahwa bumi itu bulat dengan penemuan teleskopnya. Pembuktian ini
bertentangan dengan Al Kitab, dimana dalam Al Kitab disebutkan bahwa bumi
itu datar. Hal ini mengakibatkan kekacauan yang akhirnya Galileo Galilei
dipanggil oleh pihak Gereja. Setelah itu, Galileo Galilei mendapatkan
hukuman berupa pencongkelan pada kedua matanya.
Setelah beberapa kali terjadi hal seperti itu, masyarakat Eropa
menginginkan adanya kebebasan untuk manusia. Mereka menginginkan ilmu pada
zaman Yunani kuno dan Romawi hidup kembali setelah sekian lama terkubur.
Dari semangat inilah kemudian lahir Renaissance yang membawa semangat untuk
membentuk humanisme.
Renaissance berarti pencerahan, maksudnya Renaissance adalah zaman
pencerahan bagi Eropa dimana Eropa sempat mengalami kegelapan ilmu selama
seribu tahun. Dari sini juga, humanisme tumbuh untuk membumikan ilmu
pengetahuan yang dulu melangit di Yunani kuno dan Romawi. Humanisme
menentang gereja bahwa kebenaran akan ilmu bukan terletak pada Al kitab,
tetapi manusia sendirilah yang harusnya menjadi subjek.
Setelah itu, lahirlah para pendobrak humanisme. Mereka mengkritik Al kitab
yang dirasa tidak benar. Menurut mereka, harusnya negaralah yang menguasai
gereja. Para tokoh pendobrak tersebut antara lain Machiavelli, Bruno, dan
Francis Bacon. Tokoh-tokoh ini sangat berbeda dalam pemikirannya.
Machiavelli kritiknya mengarah pada sistem politik tradisional. Berbeda dengan kritik Bruno, dia membahas mengenai religiusitas.
Machiavelli kritiknya mengarah pada sistem politik tradisional. Berbeda dengan kritik Bruno, dia membahas mengenai religiusitas.
Francis Bacon mengkritik religiusitas dari gereja. Dia yang menyatakan
bahwa harusnya rasionalitas itu berasal dari manusia, bukan dari gereja.
Hal ini karena Gereja telah merahasiakan tafsiran Al kitab, dimana yang
boleh mengetahui tafsir Al kitab hanyalah pihak gereja saja. Masyarakat
Eropa pun harus melaksanakan hal-hal yang ada di dalam kitab dan tidak
boleh menolak. Pandangan Bacon, Hal itu sangat salah dan tidak manusiawi.
Selain mengkritik, Francis Bacon juga menerapkan istilah "empat idola".
Empat idola tersebut adalah sesuatu yang menutupi manusia untuk masuk pada
suatu tujuan. Oleh karena itu, menurut Bacon ilmu harus membersihkan diri
dari empat idola tersebut. Empat idola yang dimaksud Bacon antara lain
tribus, cave, fora dan theatra.
Tribus adalah semacam prasangka-prasangka yang dihasilkan oleh pesona atas
kejelekan-kejelekan tatanan ilmiah, sehingga orang tak sanggup memandang
alam secara subjektif. Tribus ini akan menawan pikiran orang banyak hingga
akhirnya mereka mempercayainya. Cave merupakan suatu pandangan yang
dikaburkan oleh pandangan sendiri dan membuat kita tidak objektif.
Idola fora adalah idola yang paling berbahaya. Hal ini karena pendapatan
atau kata-kata orang diterima begitu saja sehingga mengarahkan
keyakinan-keyakinan dan penelitian-penelitian kita yang tidak teruji.
Kemudian idola theatra adalah konsep dimana Bacon memperlihatkan bahwa
sistem-sistem filsafat tradisional adalah kenyataan subjektif para
filsufnya.
Rasionalisme
Rasionalisme merupakan ilmu yang kebenarannya diperoleh berdasarkan rasio
tanpa melalui kebenaran indrawi. Konsep dasar dari rasionalisme berada pada
inner idea atau ide bawaan. Maksud dari ide bawaan ini yaitu manusia lahir
tanpa bukan pengetahuan, tapi manusia lahir sudah dengan pengetahuan.
Itulah yang disebut dengan istilah metode rasio murni. Proposisi dari
rasionalisme adalah kebenaran. Ilmu yang dipakai adalah matematika, dimana
matematika adalah ilmu yang bersifat apriori.
Tokoh-tokoh dari rasionalisme paling terkenal ada tiga, yaitu Rene
Descrates, Spinoza, dan Leibnis. Mereka memiliki pandangan yang
berbeda-beda mengenai realitas. Menurut Rene Descrates, realitas terdiri
dari tiga unsur yang tidak dapat terpisahkan. Unsur tersebut antara lain
alam, logito, dan keluasan. Tiga unsur dari Rene ini dinamakan substansi.
Walaupun begitu, pendapat Rene tersebut dikritik oleh Spinoza. Bagi
Spinoza, substansi itu hanya satu, yaitu alam. Selain alam, seperti logito
dan keluasan hanyalah pancaran dari alam. Manusia dapat mencari kebenaran
tetapi mereka tidak benar-benar mendapatkan kehendak bebas, karena
kebebasan sebetulnya hanya dimiliki oleh Alam. Berbeda dengan pendapat
Leibnis, menurutnya substansi itu ada banyak. Substansi tersebut berupa
keluasan dalam bentuk monat yang amat banyak.
Empirisme
Empirisme merupakan pencapaian kebenaran didapatkan melalui indrawi, tanpa
mengikut sertakan rasio. Acuan dasar ilmu pengetahuan pada empirisme ada
dua, yaitu kausalitas (sebab akibat) dan matematika (hitungan). Dalam
empirisme, para tokoh berusaha untuk menjelaskan mengenai kebenaran yang
didapatkan melalui indrawi manusia.
Tokoh-tokoh empirisme antara lain Thomas Hobbes, John Locke, David Hume dan
Berkeley. Thomas Hobbes mengatakan bahwa pengetahuan didapat dari
pengalaman Tuhan. Ini berarti ilmu bukanlah entitas. Selain itu, Thomas
Hobbes juga mengatakan bahwa objek itu harus memiliki materi dan gerak agar
objek dapat ditangkap oleh indra manusia. Menurutnya, ilmu pengetahuan itu
dibagi menjadi empat, yaitu fisika, geometri, politik, dan etika.
Selanjutnya, John Locke berpendapat bahwa gagasan yang didapatkan oleh
manusia berasal dari indawi. Sebelum manusia merasakan suatu hal, pikiran
manusia merupakan tabula rasa atau kertas kosong. Tabula rasa nantinya akan
menggunakan metode observasi untuk berfikir dan merasakan objek. Objek
tersebut nantinya akan menjadi potongan pengalaman (ide simplek) dan
berubah menjadi gabungan dari potongan pengalaman (ide komplek). Ide
komplek inilah yang menjadi sumber pengetahuan dan humanisme.
Objek terbagi menjadi dua kualitas, yaitu kualitas primer dan kualitas
sekunder. Kualitas perimer berupa berat, gerakan, jumlah, dll. Kualitas
semacam ini, indra menirunya secara objektif. Kualitas sekunder berupa
panas, dingin, manis, dll. Kualitas semacam ini, indra tidak menirunya.
Hal-hal tersebut murni terkandung pada benda-benda itu sendiri. Oleh karena
itu, kualitas sekunder tergantung pada pengindraan masing-masing individu.
Setelah pemikiran-pemikiran John Locke, hal yang dikritik oleh filosof
sesudahnya adalah mengenai hakikat objek. Filosof tersebut adalah Berkeley
dan David Hume. Berkeley mengatakan bahwa realitas pengalaman sama dengan
ide. Oleh karena itu, hal yang tidak dapat diserap indeawi bukanlah
pengalaman. Sedangkan David Hume menolak tiga hal dari cara berpikir, yaitu
cara berpikir metafisik, rasionalis, dan empiris. Dia memiliki cara
berpikir sendiri yang disebut skeptisisme. Menurutnya, segala hal tidak
dapat didefinisikan secara deduktif. Oleh karena itu, pengetahuan harus
diuji atau dibuktikan.
Kritisisme
Kritisisme diperkenalkan oleh Immanuel Kant. Tujuan dari kritisisme adalah
menengahi antara rasionalisme dan empirisme. Acuan kritisisme merupakan
opisisi, yaitu hal-hal yang menimbulkan perbedatan atau perselisihan.
Menurut Immanuel Kant, objek itu harus sintesis apriori atau dapat
dibuktikan oleh indra dan raiso. Objek memiliki dua jenis, yaitu Numena dan
Fenomena. Objek yang dapat dilihat manusia dinamakan fenomena, sedangkan
numena merupakan objek yang tidak dapat diliat oleh manusia. Objek numena
mencangkup Tuhan, etika, dll.
Idealisme
Adanya kritisisme membuat Hegel angkat bicara dengan pendapatnya mengenai
idealisme. Hegel mengkritik tentang oposisi, karena baginya hal-hal yang
bersifat oposisi itu dapat dipertemukan. Ini dapat dilihat dari Hegel yang
menyayangkan bahwa agama Kristen menerapkan sistem tuan dan budak. Dimana
Tuhan berperan sebagai tuan dan umat merupakan budak. Menurut Hegel,
seharusnya agama Kristen menjadi agama yang penuh cinta dan kasih seperti
ketika filsafat datang. Kenyataannya, agama Kristen kembali seperti jaman
awal renaisans yang mengandung sistem tuan budak.
Sistem tuan dan budak tersebut membuat Kristen menjadi agama otoriter.
Hegel ingin agama Kristen seperti agama Yunani Kuno, yang mana agama
menjadi kesadaran setiap masyarakat. Walaupun dia tau bahwa agama Kristen
merupaka agama yang bermoral dan beretika, tetapi agama Kristen menjadi
agama wajib bagi masyarakat. Akibatnya, agama Kristen mengatur menjadi
agama rasionalis.
Kemudian, Hegel mencoba untuk mengubah presepsi dari agama Kristen ke persepsi filsafat. Dia dapati bahwa intelek (verstand) dan reflektif (versnunft) menghasilkan spekulasi. Spekulasi ini dia dapatkan dari hasil dialog sehari-hari (dialegtika). Selanjutnya, spekulasi menghasilkan thesis (ada) dan anti thesis (tiada).
Kemudian, Hegel mencoba untuk mengubah presepsi dari agama Kristen ke persepsi filsafat. Dia dapati bahwa intelek (verstand) dan reflektif (versnunft) menghasilkan spekulasi. Spekulasi ini dia dapatkan dari hasil dialog sehari-hari (dialegtika). Selanjutnya, spekulasi menghasilkan thesis (ada) dan anti thesis (tiada).
Positivisme
Berawal dari kekacauan masyarakat akibat revolusi industri, Auguste Comte
menciptakan ilmu yang dinamakan positivis untuk mengatur mengembalikan
masyarakat. Positivisme lebih mengutamakan empiris. Dia mengatakan bahwa
hal-hal yang tidak dapat dipelajari maka tidak dianggap sebagai ilmu
(numena). Oleh sebab itu bagi Auguste Comte, ruh dan Tuhan bukanlah
kebenaran ilmu karena tidak dapat dibuktikan dengan indrawi.
Auguste Comte membagii masyarakat ke dalam tiga katergori, antara lain
masyarakat theologis, masyarakat metafisik, dan masyarakat positivis.
Masyarakat theologis adalah masyarakat yang mempercayai bahwa semua hal
atas kehendak Tuhan.
Masyarakat metafisis merupakan masyarakat yang meyakini hal-hal bersifat abstrak. Sedangkan masyarakat positivis adalah masyarakat yang selalu melakukan observasi terlebih dahulu akan kebenaran suatu hal. Auguste Comte juga mengatakan bahwa positivisme menjadi puncak, karena ilmu postivisme dibutuhkan untuk masyarakat. Baginya, masyarakat merupakan ilmu yang dapat diobservasi dan dihitung. Dengan adanya positivisme, ilmu semakin lama semakin spesifik.
Materialisme
Historis
Masyarakat metafisis merupakan masyarakat yang meyakini hal-hal bersifat abstrak. Sedangkan masyarakat positivis adalah masyarakat yang selalu melakukan observasi terlebih dahulu akan kebenaran suatu hal. Auguste Comte juga mengatakan bahwa positivisme menjadi puncak, karena ilmu postivisme dibutuhkan untuk masyarakat. Baginya, masyarakat merupakan ilmu yang dapat diobservasi dan dihitung. Dengan adanya positivisme, ilmu semakin lama semakin spesifik.
Materialisme merupakan pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Tokoh dari Materialisme Hostoris adalah Karl Marx. Bagi Marx, ilmu yang awalnya “hanya sekedar tau” (to know) berganti menjadi “harus berubah” (to change).
Selain itu, ilmu harus bersifat emansipate atau pembebasan. Hal ini berkaitan dengan sejarah pertentangan kelas.
Menurut Mark, kelas sosial dibagi menjadi dua yaitu Borjuis (pemilik modal) dan Proletar (Pekerja). Kedua kelas sosial inilah yang akhirnya menciptakan alienasi. Alienasi bisa berasal dari dirinya sendiri, alam, sosial, dan produk/hasil manusia. Selain itu, Marx memandang bahwa hanya dalam kerja ekonomi manusia mengubah dunia. Basis ekonomi jugalah yang mampu menjadi pendorong dan penentu sejarah manusia.
0 Komentar