Memeluk Rindu Pendidikan Perempuan: Rahmah Al Yunusiyyah


Oleh Puan [] Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Semester IV; IAIN Tulungagung [] Staf Verstehen Organic Philosophy

Inilah kisah Rahmah Al-Yunusiyyah atau Hajjah Rangkayo Rasuna Said ulama perempuan pelopor pendidikan diniah pertama di Indonesia. Perempuan asal Sumatera Barat ini diketahui aktif dalam bidang pendidikan, organisasi politik serta jurnalistik. Meski Namanya masih asing terdengar dalam dunia Pendidikan. Namun kiprahnya memperjuangkan Pendidikan perempuan tidak dapat diragukan lagi.

Sekalipun Ia tidak tercatat sebagai pahlawan nasional seperti R.A. Kartini, Cut Nyak Dien atau pun Dewi Sartika. Namun, Ia harum sebagai pelopor pendidikan diniah pertama untuk perempuan. Ia pun dikenal sebagai seorang pemberani. Keberaniannya elawan pemerintahan Belanda dan Jepang melalui kritikan—mereka yang telah menyengsarakan rakyat indonesia—membuatnya menginap harus di penjara.

Sebagai pegiat ilmu, Rahmah awalnya mendapatkan Pendidikan dari keluarganya; ayah dan kakaknya. Masa kecil Rahmah beruntung dapat mencecap pendidikan formal selama tiga tahun di kota kelahirannya, Padang Panjang. Menapaki usia 15 tahun ia menempuh pendidikan Bahasa Arab dan latin. Diniyah School yang didirikan kakaknya tahun 1915 sebagai ajang mengasah ilmunya. (Isnaini, 2016: 7).

Hajjah Rangkayo El Yunusiyyah merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya Syaikh Muhammad Yunus (1846-1906) merupakan ulama besar dan hakim, serta ahli falak dan hisab, Pandai Sikat. Kakaknya adalah tokoh pembaharu di Sumatera Barat bernama Zainuddin Labay. Kedua tokoh tersebut yang menjembatani Rahmah meraih keilmuannya.

Rahmah adalah perempuan Minangkabau yang kental akan agama. Ia tumbuh di lingkungan sosial berpendidikan Islam dan pendidikan umum. Melalui ilmu yang ia embani membuatnya bangkit untuk memperjuangkan hak perempuan secara nayata. Hal ini didukung—Minagkabau kedudukan perempuan sangatlah istimewa—dari segi keturunan maupun posisi perempuan sendiri.

Minangkabau memang memposisikan perempuan secara istimewa, tetapi ada beberapa perempuan yang tidak memperoleh posisi strategis. Salahnya seperti pengambilan keputusan dalam musyawarah adat. Meskipun idealnya dalam system matrilineal perempuan memiliki kekuasaan lebih. Namun, hal ini tidak berlaku untuk kepemilikan hak suara di keluarga dan suku. Bahkan keadaan ini diperkuat dengan adanya ajaran Islam.

Perempuan Minangkabau kala itu tidak memiliki akses Pendidikan karena terikat oleh adat pernikahan (perempuan domestik). Sehingga pendidikan bagi perempuan tidaklah begitu penting. Bahwa hal terpenting bagi perempuan adalah melayani suami dan membesarkan anak mereka dengan baik. (Najmi dan Ofianto, 2016: 79)

Latar belakan ini, hati Rahmah tergerak untuk mengeluarkan—kaum Hawa—dari kebodohan. Ketika berumur 23 tahun, Ia memiliki semangat dan keinginan—supaya kaum Hawa—memperoleh hak pendidikan yang sedejarat laki-laki. Atas dukungan dari kakaknya, teman-teman perempuan pada tanggal 01 November 1923 Rahmah mendirikan sekolah khusus perempuan. Diniah School Putri atau Madrasah Diniah li al-Banat.
***************

Pendirian Madrasah Diniah li al-Banat sebagai tantangan terhadap adat Minagkabau. Sebab perempuan Minang waktu itu ingin melampaui urusan domestik. Mereka juga ingin berperan di luar rumah. Seperti mencecap pengetahuan, jaringan serta wacana Islam yang lebih luas.

Selain pengetahuan umum yang minim, wacana tentang Islam juga belum sepenuhnya dipahami oleh perempuan Minang. Hal Ini karena perempuan Minang banyak berada di kegiatan domestik. Inilah mengapa Rahmah sangat bersemangat mencerdaskan—kaumnya untuk sentral pendidikan—benbuatnya berjuang sebagai pelopor pendidikan Diniah perempuan.

Perjuangan Rahmah ini juga terpengaruh pada perkembangan situasi sosial di Sumatera Barat. Pada waktu itu, mengalami proses modernisasi diawal abad XX. Serta banyaknya lembaga-lembaga modern yang menggantikan pendidikan tradisional seperti surau. Banyak pula ulama yang tampil dengan pemikiran baru dengan semangat perubahan dan modernisasi. (Isnaini, 2016: 9)

Meskipun berlatar belakang dari keluarga taat beragama dan aktif gerakan pembaharuan Islam, tidak menyurutkan niatnya untuk mengakses pendidikan bagi perempuan. Ia menilai bahwa Pendidikan dengan corak tradisional kurang memberi akses bagi perempuan. Pendidikan tradisional dinilai juga kurang menguntungkan akses untuk masuk dunia kerja dan kesempatan lain.

Sehingga, pendidikan bagi Rahmah adalah sarana utama untuk meningkatkan posisi bagi perempuan. Impiannya mendirikan lembaga pendidikan khusus perempuan akhirnya terwujud. Meski pada awalnya hanya berjumlah 71 murid; ibu muda, putri Teungku Panglima Polim dan Hajjah Rangkayo Rasuna Said.

Ilmu yang dikembangkan di Diniah School Putri berupa ilmu agama dan tata Bahasa Arab. Mengikuti perkembangan system Pendidikan modern, Diniah School menggabungkan pendidikan agama, pendidikan sekuler dan keterampilan. Ikhtiar ini dilakukan Rahmah untuk meluaskan kemajuan perempuan-perempuan yang pada saat itu kebanyakan hanya bisa diakses oleh laki-laki. (Isnaini, 2016: 13)
************

Kontribusinya terhadap Pendidikan perempuan tidak hanya dengan mendirikan Diniah School Putri atau Madrasah Diniah li al-Banat. Ada beberapa sekolah seperti Menyesal School didirikan untuk ibu-ibu rumah tangga dengan tujuan pemberantasan kebutaaan aksara.

Melihat progres Menyesal School Rahmah bercita-cita menyebarluaskan pendidikan dengan melakukan perjalanan ke daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi dan Semenanjung Malaya. Perjalanannya ini dilakukan di sekitar tahun 1928 dan tahun 1934.

Pada tahun 1935 Rahmah berhasil mendirikan tiga perguruan tinggi di Batavia; Kwitang, Jatinegara dan Tanah Abang. Namun, berbeda dengan Menyesal School perguruan tinggi ini tidak bertahan lama karena pada masa itu Batavia sedang dikuasai oleh Jepang.

Perjuanggannya tidak berhenti disitu. Rahmah juga berhasil mendirikan beberapa sekolah seperti Yunior Institute Putri, Islamitisch Hollandse Shool (HIS), Sekolah Damai, Kulliyatul Mu’allimin El-Islamiyah, Diniah Rendah Putri, Sekolah Diniah Menengah Pertama Putri dan Akademi Diniah Putri. (Ulandari, 2017: 20)

Atas capaian besarnya Rahmah pernah diundang oleh Syaikh Abdurrahman ke Universitas al-Azhar. Disana ia menunaikan haji dan singgah ke kairo atas undangan sang rektor. Disanalah ia mendapatkan gelar Syaikhah di universitas Kairo. Gelar tersebur setara dengan gelar Syeikh Mahmoud Syalthout mantan rektor al-Azhar (Susiyanto, 2014: 15)

Begitulah Hajjah Rangkayo Rasuna Said mendedisikan hidupnya untuk kemajuan Pendidikan kaumnya. Usahanya mendirikan berbagai sekolah terutama untuk perempuan menjadikannya salah satu perempuan berpengaruh pada saat itu. Perjuangannya bahkan masih bisa rasakan mungkin dalam Pendidikan diniah yang masih berkembang hingga saat ini.

Posting Komentar

0 Komentar