Oleh: Aura Fatimah Azzahro

Mahasiswa AFI Semester 3


            Pondok pesantren, selama berabad-abad telah menjadi sebuah institusi pendidikan yang memiliki peran penting di Indonesia. Sebagai lembaga yang berbasis agama, pondok pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Dengan menyediakan kurikulum yang berbasis agama, pondok pesantren diharapkan mampu melahirkan alumni yang kelak diharapkan dan mampu menjadi figur agamawan yang mapan dan mampu memainkan peran propetiknya pada masyarakat. 

Sebagai lembaga pendidikan tradisional, masih banyak orang yang menganggap pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak tertata rapi, baik dari aspek manajemen, kurikulum, maupun orientasi pengajarannya. Meskipun begitu, pesantren termasuk lembaga yang independen, karena tidak bergantung pada pendanaan dari pemerintah. Beberapa bisa kita temui, biaya operasional pondok pesantren berasal dari sumbangan masyarakat. Mungkin itu juga faktor yang membuat pesantren tetap bisa bertahan dari tantangan lembaga pendidikan modern. Karena pesantren adalah lembaga yang pemiliknya masyarakat itu sendiri. 

            Istilah pondok menurut Prasodjo berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti ruang tempat tidur, hotel atau penginapan. Dalam prakteknya, kedua kata itu disatukan dengan istilah “pondok pesantren”, yakni asrama tempat tinggal para santri. Mereka yang tinggal di pondok pesantren dikenal sebagai santri, berasal dari kata “san” dan “tri” atau “tiga san”. Menurut Zoetmulder istilah santri berasal dari bahasa Sanskrit, sastri yang berarti murid yang mendalami agama. Sedangkan  Ricklefs menyatakan bahwa kata santri lebih dekat dengan istilah Jawa yaitu “cantrik”. Lebih lanjut Zamakhsyari Dhofier menyatakan bahwa istilah pesantren berasal dari kata santri, yang memiliki awalan “pe” dan akhiran “an”, berarti tempat tinggal para santri. Dhofier selanjutnya juga berpendapat bahwa istilah santri berasal dari istilah shastri dalam bahasa India. Istilah tersebut memiliki makna orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa pesantren merupakan sebuah tempat yang digunakan para santri untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan ataupun buku-buku keagamaan (dalam hal ini kitab) dan sebagai tempat untuk mendidik akhlak manusia.

Berbagai pesantren yang berkembang di Indonesia bisa dikategorikan ke dalam lima model, yaitu Salafiyah Tradisional, Salafiyah Modern, Pesantren Modern, Pesantren Ketrampilan, Salafi Haraki. Pesantren Salafiyah Tradisional merupakan model pesantren yang condong pada tarekat tertentu dan lebih menekankan pada amalan sufistik. Berikutnya, salafiyah Modern adalah model pesantren yang memberikan kebebasan bagi para santrinya belajar mata pelajaran umum. Ada juga yang namanya Pesantren Modern, pesantren ini sudah mengadopsi berbagai pembelajaran dan kurikulum pendidikan modern. Mereka yang belajar di pesantren ini juga diberikan wawasan tentang madzab lain. Kemudian Pesantren ketrampilan, di pesantren ini selain dibekali ilmu agama, mereka juga diajarkan beberapa ketrampilan. Terakhir dikenal sebagai Pesantren Salafi Haraki adalah model pesantren yang mendasarkan pengajaranya pada memurnikan ajaran islam dan mengikuti segala “tradisi salafi”.

Keberadaan pesantren sesungguhnya tidak hanya berdampak pada para santri yang belajar di tempat itu. Namun secara umum, keberadaan pesantren juga mempengaruhi perilaku keagamaan masyarakat di sekitar pondok pesantren. Masyarakat yang tinggal di sekitar pesantren tampak lebih taat dalam menjalankan ajaran keagamaanya. Ini juga membuktikan bahwa keberadaan pesantren dapat digunakan sebagai sarana membentuk kepribadian masyarakat muslim dan bahwa lebih besar lagi bagi peradaban Islam.

Selain itu pesantren juga menjadi bagian dari artefak peradaban dan simbol perubahan umat muslim di Indonesia. Hal ini dikarenakan keberadaan pesantren yang telah bertahan selama berabad-abad dan dapat bertahan dari berbagai perubahan zaman. Tidak bisa dilupakan juga bagaimana peran pesantren yang ikut andil dalam pembentukan masyarakat Indonesia.

Pesantren juga memiliki potensi intelektual yang memungkinkan menjadikannya  sebagai pusat peradaban muslim  di Indonesia. Hal ini tentu saja jika pondok pesantren ikut dalam penguasaan ilmu umum di samping ilmu agama. Hal ini mengingat pesatnya perkembangan sains dan teknologi yang mengantarkan pada fenomena globalisasi. Globalisasi juga tidak hanya berdampak positif tapi juga negatif. Sehingga keberadaan pesantren dibutuhkan untuk turut serta merespon berbagai masalah di masyarakat yang semakin rumit.

Karena itu Pondok Pesantren tidak boleh berhenti dan mengabaikan inovasi untuk menghadapi tantangan zaman. Karena itu pesantren harus bisa bersikap terbuka menghadapi globalisasi dan modernisasi. Keberadaanya harus bisa menyeimbangkan warisan tradisi dan modernisasi. Hal ini selaras dengan semangat pesantren yang termuat dalam kalimat al- muhafadzatu `ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah  (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Sehingga pesantren tidak hanya sebagai lembaga agama tapi memiliki fungsi yang lebih penting yaitu lembaga pemberdayaan masyarakat. Agar fungsi ini dapat berjalan, sekali lagi, tentu saja kuncinya pesantren harus selalu bersikap terbuka.