Oleh Wisanggeni Esmoyo [] Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
Semester IV; IAIN Tulungagung [] Staf Verstehen Organic Philosophy
Bambang Wisanggeni adalah nama seorang tokoh pewayangan yang tidak terdapat
dalam wiracarita Mahabharata. Karena Wisanggeni merupakan tokoh asli
ciptaan pujangga Jawa. Wisanggeni dikenal sebagai putra Arjuna dengan
seorang bidadari bernama Batari Dresanala; putri Batara Brama. Wisanggeni
merupakan tokoh istimewa dalam pewayangan Jawa. Ia dikenal pemberani, tegas
dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa.
Tulisan ini saya buat untuk menjawab rasa penasaran pembaca terkait nama
pena Wisanggeni. Setiap Bhujangga memiliki nama penanya masing-masing.
Pemilihan nama pena tidak bisa sembarangan, nama pena harus bisa
mengambarkan emosi, laku hidup, watak, intelektual penulis. Sehingga dengan
adanya nama pena karya yang dilahirkannya akan memiliki kedigdayaan sesuai
kekuatan intelektualnya.
Dikisahkan Arjuna diminta oleh para dewa untuk menghentikan keganasan
raksasa Niwatakawaca yang mengobrak-abrik kahyangan Jonggringsaloka untuk
meminta Dewi Supraba sebagai istrinya. Karena para dewa tidak ada yang
mampu mengalahkan Niwatakawaca maka Batara Guru mengeluarkan sayembara,
barang siapa dapat mengalahkan Niwatakawaca akan dijodohkan dengan Dewi
Dresanala, putri dari Batara Brahma.
Panengah Pandawa, Arjuna berhasil menjalankan tugas tersebut. Sebetulnya
Batara Brahma kurang setuju jika harus bermenantukan manusia biasa, bukan
keturunan dewa. Demikian pula Batara Guru. Tapi apa mau dikata, bahwa sudah
diputuskan, siapapun yang berhasil mengalahkan Niwatakawaca akan menikahi
Dewi Dresanala.
Mengambil nama tokoh pewayangan; Wisanggeni. Bermula kelahiran Wisanggeni
yang diawali kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna,
yang telah menikahi Batari Dresanala. Dewasrani merajuk kepada ibu suri
supaya mau menggagalkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada
suaminya, yaitu Batara Guru, raja para dewa.
Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brama
menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara
Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih
membela Arjuna.
Brama yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke
alam dunia dengan alasan Dresanala hendak dijadikan Batara Guru sebagai
penari di kahyangan utama. Arjuna menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna
pergi, Brama pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang
dikandungnya secara paksa.
Dresanala tak kuasa dan melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani
datang menjemputnya. Batara Brahma kemudian membawa bayi laki-laki
tersebut. Digigitnya leher bayi itu, Batara Brahma merupakan Dewa Api dan
dewa penguasa segala bisa (racun). Sangat disayangkan racun yang diberikan
oleh kakeknya tidak mempan kepada bayi tersebut. Brama kehabisan cara untuk
membunuhnya. Karena murka, Brahma membuang cucunya sendiri yang baru lahir
itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.
Narada diam-diam mengawasi semua pristiwa tersebut. Ia pun membantu bayi
Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh
menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni (racun api). Hal
ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brama, sang dewa penguasa api.
Selain itu, api kawah Candradimuka bukannya membunuh justru menghidupkan
Wisanggeni.
Atas petunjuk Narada, asal-usulnya, Wisanggeni pun membuat kekacauan di
kahyangan. Tidak ada seorang pun mampu menangkap dan menaklukkannya, karena
ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang (leluhur Batara Guru).
Singkat cerita, Batara Guru dan Batara Brama akhirnya mengaku kesalahannya.
Narada akhirnya bersedia kembali bertugas di kahyangan.
Wisanggeni kemudian datang ke Kerajaan Amarta menemui Arjuna supaya diakui
sebagai anak. Arjuna menolak karena tidak percaya begitu saja. Terjadi
perang tanding di mana Wisanggeni dapat mengalahkan Arjuna dan para Pandawa
lainnya.
Setelah Wisanggeni menceritakan kejadian yang sebenarnya, Arjuna langsung
berangkat menuju Kerajaan Tunggulmalaya, tempat tinggal Dewasrani. Melalui
pertempuran seru, ia berhasil merebut Dresanala kembali.
Secara fisik Wisanggeni digambarkan sebagai pemuda yang terkesan angkuh.
Namun hatinya baik dan suka menolong. Ia tidak tinggal di dunia bersama
para Pandawa, melainkan berada di kahyangan Sanghyang Wenang (leluhur para
dewa). Dalam hal berbicara, Wisanggeni tidak pernah menggunakan basa krama
(bahasa Jawa halus) kepada siapa pun, kecuali kepada Sanghyang Wenang.
Kesaktian Wisanggeni dikisahkan melebihi putra-putra Pandawa lainnya,
misalnya Antareja, Gatutkaca, ataupun Abimanyu. Sepupunya yang setara
kesaktiannya hanya Antasena. Namun bedanya, Antasena bersifat polos dan
lugu, sedangkan Wisanggeni cerdik dan penuh akal.
Menjelang meletusnya perang Baratayuda, Wisanggeni dan Antasena naik ke
Kahyangan Alang-alang Kumitir meminta restu kepada Sanghyang Wenang sebelum
mereka bergabung di pihak Pandawa. Akan tetapi, Sanghyang Wenang telah
meramalkan, Pandawa akan mengalami kekalahan apabila Wisanggeni dan
Antasena ikut bertempur.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya Wisanggeni dan Antasena
memutuskan untuk tidak kembali ke perkemahan Pandawa. Keduanya rela menjadi
tumbal demi kemenangan para Pandawa. Mereka melakukan hening, kemudian
keduanya mencapai moksa (musnah bersama jasad) menjadi cahaya yang bernaung
bersama Sanghyang Wenang.
0 Komentar