Oleh Syaraful Umma [] Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi Semester IV; IAIN
Tulungagung [] Staf Magang Verstehen Organic Philosophy
Membincangkan tasawuf Nusantara tidak bisa terlepas dari peran tokohnya.
Terutama dalam membumikan nilai-nilai tasawuf. Salah satunya Kyai Ihsan
Dahlan Jampes Kediri merupakan tokoh sufi bercorak ajaran al-Ghazali.
Beliau dikenal sebagai Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Jampesi. Al-Jampes
adalah seorang ulama pendiam dan tak suka menampilkan diri. Beliau
merupakan salah satu ulama yang paling berpengaruh penyebaran Islam di
wilayah Nusantara pada Abad 19. Beliau lebih terkenal dengan nama Kyai
Ihsan Jampes (kini Al-Ihsan Jampes). Lahir di dusun Jampes, Desa Putih,
Gampengrejo, Kediri.
Karya terkenal beliau berupa kitab karangan Siraj Al-Thalibin. Kitab
tersebut menjadi acuan pembelajaran perguruan tinggi, seperti Universitas
Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Ajaran tasawuf beliau merupakan upaya untuk membumikan ajaran tasawuf dalam
kehidupan manusia. Menurutnya, praktik tasawuf tidak bisa dimaknai secara
sempit, hanya semata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Lebih jauh,
pelaku tasawuf harus memiliki kepedulian terhadap kondisi sosial
masyarakat. Terutama, mengentaskan segala persoalan sosial di masyarakat.
Kyai Ihsan menegaskan bahwa segala persoalan di masyarakat juga menjadi
tanggungjawab mereka yang sedang menapaki jalan tasawuf. Perjalanan menuju
derajat ma’rifat Allah harus ditempuh dengan terus menyampaikan pesan
perdamaian dan kasih sayang. Pesan tersebut sebagai bagian yang tidak
terpisahkan bahkan keharusan bagi setiap setiap perjalanan menuju Tuhan.
Kyai Ihsan Jampes, menurutnya tasawuf tidak hanya ditujukan kepada Tuhan
semata. Seorang salik, pejalan tasawuf, memiliki keharusan menjaga harmoni
terhadap sesama. Hal tersebut sekaligus menjadi bukti, bahwa kurang tepat
jika ada anggapan, tradisi dan praktik tasawuf menjauhkan pelakunya untuk
bermasyarakat.
Bermasyarakat merupakan perwujudan kedekatan diri dengan Tuhan. Ikut
menyelesaikan problem kemanusiaan menjadi jalan membersihkan sifat sombong.
Hal tersebut juga mampu memunculkan sifat empati kepada orang lain dan
perasaan suka menolong.
Kiai Ihsan melakukan internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai tasawuf.
Sehingga ajaran tasawuf tidak hanya berorientasi pada pencapaian kesalehan
individual, ma’rifat Allah. Tetapi untuk mewujudkan juga kesalehan sosial,
dengan ikut menyelesaikan permasalahan di masyarakat.
Hal tersebut ditunjukan melalui perjuangan Kyai Ihsan melawan penjajah.
Perjuangan tersebut juga salah satu cara membumikan kasih sayang kepada
masyarakat luas. Karena itu semangat jihad melawan penjajah tidak lain
adalah manifestasi kesufiannya. Hal itu dilakukan sebagai tanggungjawab
sosial sekaligus sebagai manusia bersosial. Terutama yang dilakukan para
penjajah telah merusak sendi-sendi kemanusiaan.
Tidak hanya bertasawuf, dalam persoalan Fiqih Kyai Ihsan Jampes juga
memiliki pandangan yang moderat. Komitmen Kiai Ihsan Jampes terhadap
praktik-praktik bertasawuf dan berfiqih agar tidak terlalu ekstrem pada
salah satu sisi. Dapat dikatakan beliau memandang urusan teologis berciri
khas ahlussunnah wal jama’ah.
Terlebih lagi, persoalan tasawuf juga beliau sikapi dengan moderat. Seperti
persoalan zuhud, Kyai Ihsan selalu menekankan untuk tidak bertindak terlalu
ekstrem. Sebagaimana zuhud yang biasanya dipraktikkan, meninggalkan bahkan
mengharamkan dunia.
Tidak hanya soal zuhud, begitu juga konsep tawakal. Tapi sekalipun ada
sebagian orang yang tawakalnya cukup kuat. Sehingga berani mempertaruhkan
jiwanya sebagai wujud keyakinannya terhadap kekuasaan Allah SWT. Bagi Kyai
Ihsan, mengikuti pandangan Al-Ghozali, tidak mudah menuduh salah ke orang
lain, alih-alih mengatakan bodoh atau kafir.
Argumen yang dikembangkan Kyai Ihsan berdasarkan prinsip-prinsip intuitif
(dzauq) dalam bertasawuf itu bersifat individual-subjektif. Sehingga kurang
tepat menggeneralisir sikap tawakal yang salah dengan perspektif keagamaan
yang hitam putih. Karena itu perlu kearifan pemuka agama agar tidak mudah
menyalahkan orang lain, hanya karena perbedaan pandangan menafsirkan
teks-teks Islam.
Dengan begitu, Kiai Ihsan dapat menjadi salah satu model Islam Nusantara.
Salah satu cara Islam dipahami dari perspektif lokalitas Nusantara.
Sehingga melahirkan paradigma moderat atau toleran dalam bingkai meneguhkan
semangat ketuhanan di satu sisi dan peneguhan nilai-nilai kebajikan di sisi
lain. Kyai Ihsan mampu mensintesiskan semangat spiritualitas dalam
praktik-praktik bertasawuf menjadi semangat kecintaan pada bangsa.
***********
Asmani, Jamal Ma’mur, 2014,”Mereguk Kearifan Para Kiai”. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo
Anwar, Rosihon, 2008. “Ilmu Tasawuf”. Bandung: Pustaka Setia.
SS. Wasid. 2016,”Tasawuf Nusantara KIAI IHSAN JAMPES”, Surabaya: Pustaka
Idea.
0 Komentar