Penulis :
Iqbal Athoillah
Mahasiswa AFI Angakatan 2019


Apakah kau tahu apa yang menjadi ketakutan utama manusia?

Tak pandang kau pengikut teori evolusi, reinkarnasi, konspirasi, atau yang paling normal seorang yang taat beragama.

Kau kira kehancuran dunia?

Apa kau pikir dunia tidak melakukan tugasnya dengan baik? Sehingga jari jemarimu lancang tak coba mengoreksi apa yang kau ketik?

Apa kau anggap semesta tidak berperan secara semestinya? Hingga kau sampai repot-repot mengutip ayat-ayat kitab suci orang beragama?


Tidak. Manusia tiada kehendak dan kuasa untuk menyumpah serapah pun juga mengutuk tatanan semesta.

Manusia tidak takut kehancuran. Justeru mereka mengindahkannya.


Kau kira maut yang akan memanggilnya?

Coba katakan padaku, apa yang perlu ditakutkan dari siklus normal makhluk bernyawa?

Apa kau takut meninggalkan apa yang kau cinta?

Apa kau khawatir kasihmu tak rela?

Apa kau yakin tak ada lagi yang kau damba?

Apa kau bingung kepada siapa lagi engkau menghamba?


Berhenti di sana! Yang seharusnya lebih kau cemaskan ialah kemana jiwa yang kaupunya  setelah kau tiada.

Apakah berpulang kepada yang punya? Ataukah terpanggil ke tempat Sang Pencipta? Atau bahkan mengisi kembali jasad yang kosong kemudian menjelma sempurna?

Mungkin mereka yang beragama memiliki jawaban atas pertanyaan tersebut, juga sesuai doktrin agama yang mereka percaya.

Bagi yang tidak beragama. Adakah kalian berpikir kemana jiwa kalian seharusnya berada?

Apa kalian tetap negasi konsep metafisika?

Atau luwes menerima bahwa jiwa akan menuju ke ruang hampa?

Dari ada, lalu tiada, kemudian hampa.

Bisakah tetap tasamuh dengan logika?

Atau bisa kau memilih menikmati euthanasia.

Meng-iya-kan luka, menyongsong jalan rela.

Ya, bisa jadi setelah ini engkau beragama.

Bukan karena tertarik oleh ajaran-ajaran mulia, melainkan takut dengan hampa.


Surga? Neraka? 

Kehancuran dunia dan kematian yang sifatnya niscaya saja tidak cukup untuk membuat takut manusia, apalagi surga dan neraka yang tak tahu ke-ada-annya.

Surga digambarkan sebagai singgasana orang-orang yang taat terhadap aturanNya.

Sedangkan neraka adalah imbalan bagi mereka yang mengingkari nikmatNya.

Surga menurut agama-agama adalah lumbung pahala yang manusia tabung selama hidupnya.

Sementara neraka adalah kehendak Tuhan bagi yang tidak melaksanakan ajaran-ajaranNya.

Tahukah apa yang mengundang tanya?

Mengapa Tuhan ciptakan keduanya sedang Dia punya kuasa lebih untuk memutuskan kehendakNya?

Andaikata surga dan neraka tiada pernah ada, masihkah umat beragama menyembahNya?

Atau Tuhan hancur atas apa yang telah Dia cipta?

Meski tahu Dia tetaplah Dia walau kau tak menggubahNya.


Lalu apa yang menjadi ketakutan manusia yang utama?

Kau pasti mengira Tuhan adalah jawaban terakhirnya. Kau salah.

Oh Tuhanku Yang Maha Segalanya.

Allah, Yesus, YHWH, Brahma, Sang Buddha, Ahura Mazda, dan Tuhan lainnya tanpa kuhilangkan keagunganNya.

Ya Tuhan. Hamba turut berduka atas kematian Engkau di hati manusia.

Tolong ampuni hamba, karena Engkau bukan lagi Sang Pencipta.

Engkau bukan lagi Sang Kuasa.

Di era ini Engkau lebih baik tidak usah disebut lagi namanya.

Manusia hanya menciptakan sosokMu ketika dalam keadaan lemah, gundah gulana.

Lalu untuk apa Engkau ada?

Ajaranmu punah seiring masa.

Ideologi pembebasan, Teologi pembebasan katanya.

Padahal untuk kepentingan pribadinya. 

Ya, semoga saja langgeng tak sampai berebut kuasa.


Biar kuberitahu apa yang menjadi momok besar dalam hidup manusia.

Adalah ketakutan untuk tidak bahagia.

Apalagi tujuan manusia selain untuk berbahagia? 

Untuk apa dedikasi manusia menyerahkan hatinya, pikirannya, jiwanya, raganya, hartanya, dan segala yang dimilikinya jika tidak untuk berbahagia? 

Adakah jawaban lain untuk menyangkalnya? 

Tidak, kurasa. 

Kau beribadah. Tuhan menyukainya, bahagia.

Kau bekerja. Mendapat upah, lalu mendapat apa yang kau minta, bahagia.

Kau mencintai. Lalu berkeluarga, bahagia.

Kau mati. Rela terhadap kehendak Tuhan entah di nirwana atau disiksa di neraka, bahagia.

Kau belajar ilmu. Menjadi tahu dari apa yang belum kau tahu sebelumnya, bahagia.

Bahagia itu tidak sederhana.

Ada beberapa rangkaian proses untuk mencapainya. Tidak mudah pastinya.


Ini bukanlah puisi ataupun sastra.

Sekedar kata, frasa, dan kalimat yang banyak berakhiran tanda tanya.

Untuk orang-orang yang tidak dikaruniai bahagia,

Saya ucapkan semoga lekas bergairah menepis duka.

Karena tidak ada alasan untuk tidak berbahagia.

Dan semoga semesta memberi izin tersendiri dengan caranya.

Rahayu, salam sejahtera bagi kita semua.