Karya: Muhammad Alfaridzi
Asshidiq
Managemen Dakwah, IAIN
Tulungagung
Namaku Alfaridzi, saat ini aku sedang menempuh
pendidikan di Salah satu perguruan tinggi yang berada Di Jawa Timur, tepatnya
Di Institut
Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung.
Jurusan Manajemen
dakwah yang aku mengambil untuk berpijak kedepannya, memilih jurusan itu memang
tidak mudah, perlu pertimbangan yang matang karena pastinya akan
menentukan jalan ke depan bagaimana, aku memilih jurusan Manajemen Dakwah
bukan tanpa sebab ada hal dan cerita yang sangat menarik di dalamnya.
Kisah ini diawali pada saat aku lulus dari sekolah dasar, dimana
saat itu aku berpindah tempat tinggal untuk ikut bersama ayah. Hal ini karena kebetulan Orang tuaku telah berpisah, aku juga ingin melanjutkan
pendidikanku
ke sekolah favorit yang berada di daerah itu. Menurut banyak orang untuk masuk ke
sekolah tersebut sangatlah sulit, terlebih saat itu nilaiku tidak terlalu besar
bahkan bisa dibilang
di bawah rata-rata. Namun, untuk saat itu hanya doa yang bisa aku lakukan, untuk menunggu hasil seleksi
penerimaan siswa
sekolah favorit.
Dan akhirnya hari yang dinanti-nanti telah tiba, dimana saat itu Amplop kuning
menjadi sarana hasil diterima atau tidaknya calon siswa. Setelah aku lihat, benar apa yang ku
pikirkan, di situ bertuliskan tidak lulus. Hatiku
berasa ingin
lepas, jantung ini serasa berhenti berdetak, semua angan-angan dan bayangan untuk bisa
sekolah di situ pupuslah sudah.
Saat itu aku hanya merenung dan
terdiam, bagaimana nanti bilang ke saudara
kalo gagal masuk sekolah favorit, dengan
terpaksa aku harus masuk pilihan ke dua yaitu Madrasah Tsanawiyah, walaupun
ada keuntungnya juga karena dekat sekali dari rumah tapi bukan itu tujuanku datang
ke sini. Akhirnya aku diterima dan mulai
mengikuti persyaratan-persyaratan yang ada, untuk melaksanakan masa orientasi
siswa pertama. Setelah semua perkenalan
tentang sekolah ini selesai, sekarang aku telah resmi menjadi siswa Madrasah Tsanawiyah.
Setelah itu, aku belajar seperti air mengalir
hanya jalan seadanya dan tidak jarang di
kelas sering membuat keributan bahkan berantem, berantem adalah kebiasaan ku
sejak dulu sampai saat ini, itu adalah hal yang sulit untuk dihilangkan dari
kehidupanku.
Setelah tinggal hampir setengah
tahun bersama Ayah dan Ibu tiri aku benar-benar tidak betah tinggal di situ,
karena ada beberapa faktor terutama mungkin bukan ibu sendiri. Jadi marah terhadap aku hampir setiap hari, aku pun sadar mungkin aku juga yang
salah tapi kenapa salah setiap hari. Saat itu bingung mau kemana,
sedangkan tidak ada saudara satupun di sana. Hanya merenung setiap
malam yang bisa aku lakukan, berharap bisa pergi dan terbebas dari sini. Hingga
suatu hari salah satu temanku di sekolah bercerita, namanya Andra, Andra ini bercerita
bahwa dia tinggal di pondok pesantren yang tidak jauh dari sekolah, Kemudian
aku pun bertanya
“Dra kamu
benar tinggal di pesantren?”
“Iyaa
benar, “ Ujarnya
“Pesantrenmu itu tempatnya dimana Dra? Ko aku gak tau yah,”
“Kamu tau
Musholla kan! yang dekat tukang Nasi Goreng?
“Oh iya
tahu yang dekat penjual mie kan?
“Nah Iya
di situ, diatasnya itu Pondok.”
“Ko aku
baru tahu Yah, Hehe..”
Setelah mengobrol cukup lama dengan
Andra, aku cukup tertarik untuk masuk Pondok pesantren karena lokasinya juga
cukup dekat dengan Rumahku, Tanpa berfikir panjang. Akhirnya aku bicarakan pada Ayah
perihal keinginanku untuk masuk pesantren, Alhamdulillah ayah pun setuju
dengan keinginanku karena mungkin beliau paham betul kondisinya saat ini.
Beberapa hari kemudian aku langsung bersiap-siap untuk pergi ke pondok tersebut, Setelah
sampainya Di tempat tersebut seakan semuanya terasa lebih ringan tidak ada
beban.
Di pondok pesantren inilah kisah petualangan saya
dimulai, sejak masuk pertama kali di sini aku ingin bisa lebih baik dari
sebelumnya. Bahkan
hanya memakai sarung aku harus meminta tolong kepada teman, di situ
menggambarkan betapa ketidaktahuanku tentang agama, tapi ini adalah suatu
proses belajar.
Namun,
proses ini tidak
seindah yang dibayangkan, kebiasaan aku saat dulu berantem masih saja aku lakukan, bahkan sering
sekali aku berantem dengan beberapa anak yang berada di pesantren. Mungkin ini proses yang sangat berat menuju
masa depan yang lebih baik lagi, ditambah nasehat-nasehat yang diberikan oleh kakak pembimbing di pesantren, itu juga yang membuatku termotivasi.
Namun, tidak selamanya nasehat itu bisa ku dengarkan, karena
ada waktu yang memisahkannya, kakak pembimbing yang saat itu masih duduk di
sekolah menengah atas akhirnya lulus.
Kemudian Dia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu di perguruan tinggi yang saat ini
menjadi tempat saya kuliah, tidak lain adalah IAIN Tulungagung. Setelah beberapa
tahun beliau tinggal di sana, aku memberanikan diri untuk bertanya- tanya menggunakan salah satu media sosial.
“Mas,
Bagaimana sih caranya agar bisa kuliah dan diterima kuliah di Jawa timur itu?”
“Begini ya dek, Kamu kan masih
beberapa tahun lagi lebih baik sekarang kamu fokus belajar dulu saja, sama
minimal di kelas kamu harus masuk 5 besar.”
“Oh Begitu
Ya mas, kalo masuk lima besar itu mungkin sulit mas, tapi aku akan berjuang
mas.”
“Nah gitu, jangan mudah untuk putus
asa, terus belajarnya di tingkatkan lagi, sama satu pesan saya, Kamu sekarang
pikirkan seandainya nanti bisa kuliah apa jurusan yang akan kamu ambil sesuai
dengan minat dan bakat kamu, pikirkan dari sekarang, saya tunggu di
Tulungagung."
Mendengar apa yang di katakan kakak
pembimbing yang di pesantren dulu, Benar aku mulai bingung, karena seandainya
jadi ke sana apa yang harus aku ambil. Sementara minat dan bakat ku hanya
di sepak bola.
Singkat cerita, tak terasa saat ini aku berada di
pesantren ini sudah hampir 3 tahun berlalu, dan aku telah lulus Madrasah
Tsanawiyah. Namun, aku merasa hanya sedikit perubahan yang
ku alami. Sehingga suatu hari aku pergi menuju salah
satu warung internet terdekat, karena ingin menenangkan diri. Entah bagaimana ceritanya ketika sedang melihat Youtube
saya seakan penasaran dengan Kh. Zainudin Mz. Kemudian aku cari dan mulai men-Download videonya, saat itu tentang cerita nabi adam
dan hari kiamat, setelah pulang dari sana, saya pun langsung mendengarkan
ceramah atau tausiah yang sudah aku
download tadi.
Mendengar ceramah itu terasa hati menjadi
adem, beserta
takjub juga dengan cara penyampaian dakwah dari KH. Zainudin Mz. Dari
sinilah
aku mulai tertarik dengan dakwah, penyampaiannya yang khas dan mudah dipahami,
itu lah KH. Zainudin Mz. Setelah Masuk Madrasah Aliyah di situ awal saya ingin
berdakwah, karena di Madrasah saya dari dulu sudah ada program tausiyah atau
ceramah setelah bada Sholat Dzuhur. Sehingga di situ lah kesempatan saya untuk
bisa mengembangkan dakwah, setelah beberapa tahun lamanya, aku mengingat
kembali pesan yang disampaikan kakak pembimbing, bahwa sebelum memilih untuk
kuliah kamu harus paham dulu apa minat dan bakat kamu.
“Mungkin Ini yang dimaksud kakak
pembimbingku dulu, Sekarang ku mulai mengerti maksud dan tujuannya apa yang
disampaikannya dulu, dan Seandainya nanti aku diizinkan untuk kuliah, maka
harus berkaitan dengan dakwah.”
Kemudian datanglah hari dimana satu
per satu ditanyai oleh kepala Madrasah, siapa yang akan melanjutkan ke perguruan
tinggi, Dan tibalah waktuku untuk menjawab pertanyaan itu,
dalam hati aku pun berkata.
“Bagaimana
ini ya? kayaknya Ibu tidak setuju kalo aku lanjut kuliah, tapi bagaimana juga ini adalah keinginanku dari dulu,”
Dengan membaca basmallah aku
pun berkata.
“Bismillah,
pak saya
ingin melanjutkan ke perguruan tinggi,”
“Apakah
kamu sudah yakin? Kalo iya nanti bapak proses, dan kamu tinggal meminta restu
ibu/bapak kamu.”
“Baik pak,
Nanti saya bicarakan kepada orang tua saya."
Setelah percakapan itu aku pun
bilang kepada Ayah dulu, karena beliau lebih dekat tempatnya,
“Pak aku
minta Izin Boleh tidak aku kuliah ?
“Kamu mau
kuliah dimana emangnya?
“Itu pak
di Jawa timur, daerahnya di Tulungagung.”
“Oh sudah
kalo itu mau kamu, bapak sangat mendukung, karena kalo kamu daftar tentara kan
belum ada persiapan juga, tapi kamu mau mengambil jurusan apa?”
“iya pak,
aku mengambil Jurusan Manajemen Dakwah pak, karena kan seandainya jadi tentara
lewat jalur dakwah juga kan bisa,
“Oh Ya
sudah bapak akan selalu mendukung kamu.”
“Iya,
Terima kasih pak.”
Kemudian setelah itu, aku pun
meminta restu kepada Ibu, dengan gemetar ditambah bingung, aku mencoba
memberanikan diri untuk berbicara, kepadanya
“Bu aku
mau bicara sama Ibu,
“Iyah mau
bicara apa Nak?
“Begini buk, boleh Ngga aku kuliah?
“Kuliah? Kuliah mah gampang itu mah
Nak, tapi sekarang kamu kerja dulu, Nah kalo Sudah setahun kerja Silakan untuk
kuliah,”
“Tapi Buk,
kesempatan untuk bisa kuliah itu tidak akan datang ke dua kali."
Tiba-tiba datanglah Ayah, beliau pun
berkata
“Ya sudah,
kalau itu mau kamu, tapi Ingat jangan pernah kembali lagi kesini, dan jangan
pernah ingat kembali ibu kamu lagi, itu semua urusan saya."
Dengan hati yang seakan teriris, aku
pun berkata dalam hati
“Ini sudah keputusan ku, Bukan tidak
sayang kepada ibu, tapi ini Impian ku sejak lama, dan sudah aku pikirkan
matang-matang, kalau seandainya kerja dulu, apa masih ada niat hati ini untuk
belajar, Apa lagi Ayah Sudah mengizinkan ku untuk kuliah karena beliau
sangatlah paham tentang hal yang tidak akan mudah dilalui di masa yang akan
datang, Semoga ini yang terbaik.”
Kemudian setelah itu aku pun pamit dengan mencium tangan Ibu, berharap suatu
saat bisa kembali lagi untuk berkumpul bersama. Dengan air mata yang membasahi pipi
aku pun pergi mengejar cita-cita yang sudah lama aku impikan, walaupun banyak sekali rintangan
yang aku alami.
Namun, pada akhirnya semua itu bisa ku
lewati, setelah setengah tahun lebih kedua orang tuaku akhirnya bisa menerima
aku untuk kuliah, dan membukakan pintu
yang selebar-lebarnya untukku pulang ke rumah.
Jangan pernah Takut untuk bermimpi, terus kejar
apa yang menjadi Impianmu walaupun tak semudah yang kita bayangkan, percaya lah
Allah kan selalu bersama kita.
0 Komentar