Karya: Ferdian Mochamad Rizky
Aqidah dan Filsafat Islam, IAIN Tulungagung
Mungkin
teks ini terlihat religius dan agak revolusioner. Untuk kesan yang lebih jauh,
saya berusaha menerangkan fenomena yang berangsur-angsur dicapai dengan dialog
dan menelaah kembali kejadian yang membuat saya berpikir untuk kesekian
kalinya.
Nama
saya Ferdian. Anak dari orang tua yang orientasi hidupnya tak jauh dari kesan
religius. Pengalaman dan ajaran keluarga juga memengaruhi pola pikir saya untuk
memahami hakikat kehidupan, terlepas saya sebagai individu.
Bermula
dari SMA, waktu itu saya masuk Jurusan IPS yang banyak dikatakan tempat
anak-anak nakal. Namun, setelah saya pahami, ternyata tidak demikian. Mereka
yang mengatakan nakal adalah yang merasa yakin telah menjalankan kehidupan
dengan baik. Untuk itu, saya berpikir bahwa anak-anak Jurusan IPS cenderung
memiliki energi pembebas, maksudnya mereka memiliki energi, pemikiran, dan
kesan yang berbeda sehingga dianggap aneh dan lebih dianggap menyimpang.
Dan,
permasalahan di atas juga membawa saya pada persepsi bahwasanya Nabi Muhammad
saw. adalah pembebas. Namun, pembebas dalam arti yang dikatakan terbebas dari
asumsi-asumsi kolot dan dehumanisasi. Wacana di atas akan saya paparkan dengan
cerpen berikut:
Senja
itu, kami berempat pulang sekolah dan merencanakan ngopi sambil mengerjakan
tugas Sosiologi. Di masa itu, permasalahan paling hangat diperbincangkan
mengenai ideologi. Memang untuk pembahasan ideologi ini bisa dibilang
minoritas. Dari kami berempat, saya termasuk yang paling memahami permasalahan
ideologi, dari mulai tokoh, teori, fenomena, dan lain-lain, sebab waktu SMP
minat untuk mempelajari buku formal tidak sebesar keinginan untuk belajar
ideologi.
Awal
mula kelas IX, saya mendapat buku mengenai anarkisme dan sosialisme yang
menurutku aneh. Mungkin utopia dan pemikiranku waktu itu yang belum luas
sehingga membuatnya terkesan unik. Setelah memahami permasalahan ideologi,
waktu itu saya berkesimpulan bahwa ideologi adalah solusi atas kemanusiaan.
Terlepas dari pendapat ini, terus terjadi pergolakan pemikiran karena setiap
membaca buku-buku ideologi selalu mengacu pada tekanan untuk menjadi manusia
seharusnya. Hal ini yang memengaruhi saya masuk Jurusan IPS. Menurutku Jurusan
IPS sangat cocok untuk mengembangkan pemikiranku ini.
Waktu
menunjukkan pukul tujuh, saya berangkat untuk mengerjakan tugas Sosiologi.
Waktu itu, titik kumpul di warkop dekat rumah. Sembari menunggu teman-teman,
ditemani kopi susu kesayangan, saya mulai melihat soal dari tugas yang diberikan.
Setelah teman-teman berkumpul, kami berbincang mengenai tugas membuat biografi
tokoh dan sejarahnya. Tak perlu berpikir panjang, saya membuat judul Muhammad Sang Pembebas. Melihat hal itu,
teman-teman menunjukkan ekspresi uniknya.
Dibarengi
dengan menyeruput kopi, Edo bertanya, “Fer, judulmu kok aneh gitu. Kenapa tidak
Karl Marx Sang Pembebas atau Fidel Castro Sang Pembebas?”
“Loh,
justru Nabi Muhammad saw. adalah pembebas sejati. Kalau tidak percaya, lihat
ini!” Saya menunjukkan sabda Nabi Muhammad saw. dalam buku biografinya yang
mengatakan, “Ingatlah bahwa tidak ada keutamaan bagi Arab dan non-Arab, begitu
juga tidak ada keutamaan bagi non-Arab atas Arab, tidak ada keutamaan bagi
orang yang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak ada keutamaan
bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan nilai
ketakwaan.” Kemudian saya kembali berkata, “Ini lo, Do, perkataan yang
membebaskan, ajarannya bertumpu pada perilaku atau ketakwaan atas Tuhan hingga
menunjukkan etika yang melewan rasisme. Hal seperti ini kan sama dengan si
Jones seorang pembebas perbudakan di Amerika. Tidak cuma itu, Do, Nabi Muhammad
saw. ini juga memiliki semangat yang berkarakteristik seperti ideologi Marx.
Kalau Marx itu kan bertumpu pada kritik atas kelas menuju sosialisme, maksudnya
keadilan ekonomi yang setara. Kalau Nabi Muhammad saw. ini lain, dia
mengajarkan tentang zakat, sedekah, infak, dan lain-lain. Hal ini juga
membuatku berkesimpulan bahwa ajaran Nabi Muhammad saw. adalah kulminasi
kepedulian orang-orang kiri, yang berarti bahwa Nabi Muhammad saw. ini memiliki
kepedulian yang tinggi. Bagaimana pendapatmu tentang hal itu, Do?”
“Kalau
menurutku belum temu yang lebih menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. itu
pembebas.”
“Ada
lagi, nih.” Saya berkata sambil mengambil buku sejarah perihal nabi.
Edo
merasa aneh melihat saya mengambil judul Muhammad
Sang Pembebas. Mungkin bagi dia kurang masuk dalam kategori tugas. Selain
itu, perbincangan ini juga membawa teman-teman lain masuk dalam perdiskusian
itu, bahkan Rifki dan Shobirin tidak sadar kalau kopinya hampir dingin.
Setelah
berlama-lama saya mencari, akhirnya buku catatan mengenai kisah Nabi Muhammad
saw. yang menurut saya bisa menjelaskan tema pembebasan ketemu. “Ini, Do, lihat
yang halaman ini!” ucap saya sambil menunjuk halaman yang mengatakan bahwa Nabi
Muhammad saw. mendapat pertentangan pada saat menyebarkan ajarannya. Banyak
dari kelompok warga Kota Makkah dan kelompok oligarki yang menguasai Kota
Tsayat karena pertentangan pada agama tradisional politeisme mereka, serta
banyak dari mereka yang berkepentingan terdesak karena Nabi Muhammad saw. terus
mendorong keadilan sosial, mengutuk riba, dan mendesak zakat. “Gimana
pendapatmu, Do?”
“Benar
sih, Fer, perkataanmu kalau Nabi Muhammad saw. memang seorang pembebas. Dia
bersikeras membawa manusia pada keadilan sosial, toleransi, dan prinsip yang
banyak ditawarkan para pemikir humanis.”
“Gimana,
Rek, kita pakai judul Muhammad Sang Pembebas?”
Teman-teman
menyahut, “Iya, tidak apa-apa, Fer.”
Edo
tiba-tiba kembali bicara. “Tapi gini, Fer, seandainya memang Nabi Muhammad saw.
membawa manusia pada keadilan dan toleransi, kenapa kok banyak orang muslim
hari ini yang sikapnya reaksioner dan ekstremis?”
“Gini,
Do, Nabi Muhammad saw. itu mengemban risalah dalam Al-Qur’an itu. Namun,
sekarang kan Nabi sudah tidak ada dan Al-Qur’an sendiri sekarang banyak dan
bebas ditafsirkan, maksudnya ketika kita membaca Al-Qur’an biasanya harus
dengan asbabun nuzul (penyebab
turunnya ayat) dan tafsir para ulama. Kalau asal tafsir dan dibuat untuk
kepentingan pribadi itu yang mungkin relevan dengan pernyataanmu mengenai
muslim reaksioner dan ekstremis itu.”
“Oh,
gitu ternyata. Jadi, identitas manusia, baik dia muslim, komunis, atau apa pun
itu tidak dapat ditafsirkan dengan hanya melihat fenomenanya, tapi apa alasan
di balik fenomena itu. Saya jadi paham.”
“Yap,
betul, Do. Nabi Muhammad saw. ini juga yang membuat saya terinspirasi atas
banyak hal. Dalam suatu cerita, dia memberi makan orang buta yang setiap hari
mengolok-oloknya. Namun, suatu ketika Nabi telah tiada dan sahabatnya tahu
bahwa Nabi biasa memberi makan orang buta itu, lalu dia mencoba melakukan hal
yang sama. Setelah memberi makan orang tersebut, orang buta itu malah
mengolok-olok Nabi dan sahabatnya ini agak marah. Dia memberitahukan bahwa
selama ini yang memberinya makan adalah Nabi Muhammad saw. Dari situ saya
terinspirasi, Do, bahwa berbuat baik tak perlu pamrih. Untuk itu, dalam banyak
hal saya mengira bahwa Nabi Muhammad saw. ini adalah orang yang patut jadi inspirasi
banyak orang, walaupun terkadang dia dituduh atas kedengkian mereka dalam
perbedaan identitas. Dari banyak hal saya berpikir untuk memahami dunia secara
rasional. Namun, Nabi menunjukkan ajaran yang unik. Dia melampaui rasio bahkan
pengetahuan mengenai ajaran yang seharusnya tidak didapat manusia pada
umumnya.”
Sambil
meminum kopi, perdiskusian terkesan satu arah dan hanya saya yang berucap. Lalu
saya meminta mereka memberikan pendapatnya mengenai hal ini.
Edo
yang kembali bicara. “Fer, untuk judul ini saya rasa cukup keren mengingat guru
kita Sosiologi, Pak Agung, juga banyak membahas masalah pembebasan.”
“Ok.
Kalau memang seperti itu, ayo kita selesaikan karena juga sudah jam sembilan
malam.”
Kami
berlanjut dalam lika-liku mengerjakan tugas hingga jam sepuluh malam. Kemudian
kami berpamitan dan mempersiapkan presentasi keesokan harinya. Setelah pagi
menyambut bersama kokokan ayam, kami berangkat sekolah pukul tujuh, mengingat
mata pelajaran Sosiologi ada pada jam pertama.
Tiba
waktu presentasi, kami maju ke depan dan memberi sedikit pengantar perihal
judul yang kami angkat. Setelah berlama-lama mengutarakan hasil presentasi,
saatnya sesi tanya jawab.
“Untuk
pertanyaan, kami beri tiga kesempatan. Untuk penanya dipersilakan.” Dari
kejauhan, telunjuk Nisa naik sebagai tanda hendak memberi beban pada kami.
“Saya
Nisa. Begini, untuk lebih jauh saya rasa Nabi Muhammad saw. ini tidak bisa
disebut pembebas, maksud saya ketika nabi membebaskan etika tradisional orang
Arab yang menyimpang dan membawanya pada etika baru yang mengekang. Di situ,
Nabi tidak bisa dikatakan pembebas, dia kembali memberi kekangan etika baru.
Tolong kelompok 2 untuk memberi tanggapan. Terima kasih.”
Edo
menjawab. “Ok, akan saya jawab. Nabi Muhammad saw. memberikan etika baru
berdasar pada Al-Qur’an. Kita tahu bahwa Al-Qur’an bukan ide dari Nabi, tapi
dari Allah Swt. Maka dari itu, Nabi membebaskan kesadaran palsu orang-orang
Arab yang menyembah patung atau paganisme. Dalam Al-Qur’an banyak dikatakan
melihat bintang, gunung, alam, dan lain-lain untuk membuka kesadaran manusia
agar bertanya siapakah penciptanya. Dari situ etika terbentuk sebagai sebuah
perintah dari Tuhan semesta alam. Maka dari itu, Nabi tentu dapat dikatakan
pembebas dalam hal kesadaran dan mengarahkan pada etika yang seharusnya.”
“Ada
lagi yang bertanya?” tanya saya.
Suasana
menjadi hening dan beberapa saat kemudian ada yang mengacungkan tangan. Namun,
dengan nada ragu dia memperkenalkan nama yang lantas berlanjut dalam sebuah
perdiskusiaan.
“Saya
Rohman. Kenapa tema pembebasan tidak mengambil tokoh lain, misalnya Soekarno?
Dalam hal pembebasan dia berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.”
“Ok,
terima kasih, Mas Rohman. Saya akan menjawab pertanyaan dari Mas Rohman. Kalau
menurut saya, tema pembebasan bukan apa yang banyak orang bicarakan, tapi
bagaimana manusia memahami pembebasan itu pada orang yang bisa dibilang hampir
tidak pernah dikatakan demikian. Teman-teman seakan-akan dikontrol oleh wacana
yang menggairahkan seperti tokoh yang revolusioner, tokoh pembebasan, dan tokoh
lain. Untuk itu, saya rasa Nabi Muhammad saw. ini patut menjadi inspirasi,
terlepas bahwa dia seorang Nabi. Nabi Muhammad saw. banyak mengajarkan mengenai
etika yang hari ini merupakan kulminasi humanisme.”
“Saya
salut atas presentasi kelompok 2 ini. Untuk pemahaman lebih jauh saya rasa akan
mengangkat Muhammad Sang Pembebas
sebagai kajian kita, sebab dewasa ini kita terlalu terbelenggu identitas
sehingga lupa bahwa tokoh tertentu memiliki semangat pembebasan yang
revolusioner. Untuk lebih jauh saya harap kalian mendapat inspirasi dari Nabi
Muhammad saw.,” kata Pak Agung.
Sambil
menunggu penilaian tugas kami, saya berpikir ternyata ideku keren. Saya
memegang dada yang agak bergetar sedikit sambil membatin, “Jarang-jarang saya
dapat sanjungan. Padahal biasanya di kelas hanya tidur.”
0 Komentar