Risky Amaliani || Mahasiswa AFI Semester 5 || Devisi PSDM HMJ AFI
“Idealism is a philosophy that hold that the word of ideas and the idea is the nature of reality” dalam dunia pemikiran modern idealisme merupakan doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam ketergantungan terhadap jiwa (mind) dan spirit (ruh). Seiring berjalannya waktu kemudian doktrin tersebut berkembang menjadi sebuah aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa hakikat segala sesuatu ada pada tataran ide. Realitas yang berwujud sebenarnya lebih dulu ada dalam realitas ide dan pikiran dan bukan pada hal-hal yang bersifat materi. Tapi meskipun demikian idealisme tidak mengingkari adanya yang materi.
In
idealism, the process of knowmg is that of recognition or remmisence of latent ideas that are
preformed and
already present in the mind. By
reminiscence, the
human mind may discover the ideas of the
Macrocosmic Mind in one's own thoughts .....
Thus, knowing is essentially a process of recognition, a recall and rethinking of
ideas that are latently present in the mind. What is to be known is already
present in the mind.
(Philosophical and Ideological Persfektif on Education)
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa menurut idealisme, proses untuk mengetahui dapat dilakukan dengan mengenal atau mengenang kembali ide-ide tersembunyi yang telah terbentuk dan telah ada dalam pikiran. Dengan mengenang kembali, pikiran manusia dapat menemukan ide-ide tentang pikiran makrokosmik dalam pikiran yang dimiliki séseorang. Jadi, pada dasarnya untuk mengetahui segala sesuatu itu harus melalui proses mengenal atau mengingat, memanggil dan memikirkan kembali ide-ide tersembunyi atau tersimpan yang sebetulnya telah ada dalam pikiran. Apa yang akan diketahui sudah ada dalam pikiran. Kebenaran itu berada pada dunia ide dan gagasan.
Begitu pula dengan George Wilhelm Friendrich Hegel, sosok filsuf modern berkebangsaan Jerman yang lahir di Stuttgart. Dengan metafisikanya ia kemudian mencoba membangun suatu sistem pemikiran yang mencakup segalanya. Baik ilmu pengetahuan, budaya, agama, konsep kenegaraan, etika, sastra, dll. Hegel meletakkan ide atau ruh atau jiwa sebagai realitas utama. Dengan ini ia akan menyibak kebenaran absolut dengan menembus batasan-batasan individual atau parsial. Kemandirian benda-benda yang terbatas bagi Hegel dipandang sebagai ilusi, tidak ada yang benar nyata kecuali keseluruhan (The Whole).
Hegel juga memandang realitas bukanlah suatu yang sederhana, melainkan suatu sistem yang rumit. Ia membangun filsafat melalui metafora pertumbuhan biologis dan perubahan perkembangan atau bisa disebut dengan organisme. Pengaruh konsep organisme pada diri Hegel, membuatnya memandang bahwa organisme merupakan model untuk memahami kepribadian manusia, masyarakat, institusi, filsafat dan sejarah. Dalam hal ini organisme dipandang sebagai suatu hirarki, kesatuan yang saling membutuhkan dan masing-masing bagian memiliki peran dalam mempertahankan suatu keseluruhan.
Menurutnya, segala sesuatu yang nyata adalah rasional dan segala sesuatu yang rasional adalah nyata. All that is real is rational and all that is rational is real merupakan dalil yang menegaskan bahwa luasnya ide sama dengannya luasnya realitas. Dalil ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh keum empiris tentang realitas, “yang nyata” bagi kaum empiris secara tegas ditolak oleh Hegel. Sebab baginya itu tidaklah rasional. Hal tersebut terlihat rasional karena merupakan bagian dari aspek keseluruhan. Hegel meneruskan bahwa keseluruhan itu bersifat mutlak dan yang mutlak itu bersifat spiritual yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya sendiri. Jadi realitas pada kesendiriannya bukanlah hal yang benar-benar nyata, tetapi yang nyata pada dirinya adalah partisipasinya pada keseluruhan.
Dalam bukunya Phenomenologi of Mind (1807), Hegel menggambarkan tentang “yang mutlak” sebagai bentuk yang paling sempurna dari ide yang selanjutnya menjadi ide absolut. Ide absolut menurut Bertrand Russell adalah pemikiran murni, artinya bahwa ide absolut merupakan kesempurnaan pikiran atau jiwa yang hanya dapat memikirkan dirinya sendiri. Pikirannya dipantulkan kedalam dirinya sendiri melalui kesadaran diri.
Dalam memahami realitas, Hegel mengunakan metode dialektika sebagai perjalanan ide menuju pada kesempurnaan. Menelusuri materi baginya adalah kesia-siaan sebab materi hanyalan manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan dialektika, memahami ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan.
Dialektika dapat dipahami sebagai the theory of the union of opposites atau teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan. Terdapat tiga unsur atau konsep dalam memahami dialektika yaitu pertama, tesis. Kedua sebagai lawan dari yang pertama disebut dengan antitesis. Dari pertarungan dua unsur ini lalu muncul unsur ketiga yang memperdamaikan keduanya yang disebut dengan sinthesis. Dengan demikian, dialektika dapat juga disebut sebagai proses berfikir secara totalitas yaitu setiap unsur saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).
Untuk memahami proses triadic itu (thesis, antitesis, dan sithesis), Hegel menggunakan kata dalam bahsa Jerman yaitu aufheben. Kata ini memiliki makna menyangkal, menyimpan dan mengangkat. Jadi dialektika bagi Hegel bukanlah penyelesaian kontradiksi dengan meniadakan salah satunya tetapi lebih dari itu. Proposi atau tesis dan lawannya antitesis memiliki kebenaran masing-masing yang kemudian diangkat menjadi kebenaran yang lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini menjadi tiga, yakni menunda klonflik antara tesis dan antitesis, menyimpan elemen kebenaran dari tesis dan antitesis, dan mengungguli perlawanan dan meninggikan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hagel memberikan contoh, yakni yang mutlak adalah yang berada murni (pure being) yang tidak memiliki kualitas apapun. Namun yang berada murni tanpa kualitas apapun adalah yang tiada (nothing). ni merupakan regasi dari proposi atau tesis, oleh sebab itu kita terarah pada antitesis yang mutlak adalah yang tiada.
Penyatuan antara tesis dan antitsis tersebut menjadi sinthesis yaitu apa yang disebut menjadi (becoming). Maka yang mutlak adalah yang menjadi. Sinthesis inilah kebenaran yang lebih tinggi. Tidak ada kebenaran absolut tanpa melalui keseluruhan dialektika. Setiap tahap yang belakangan mengandung semua tahap terdahulu. Sebagaimana larutan, tak satupun darinya yang secara keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat sebagai suatu unsur pokok di dalam keseluruhan.
Setelah
Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah rasional. Kemudian menerangkan
tentang dialektika yang membawa ruh kepada titik absolut. Maka kita kemudian akan
dibawa pada pemahaman hakekat sejarah. Sejarah bagi Hegel dapat dipahami
sebagai proses dialektika ruh. Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau
pengejewantahan dari ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan
semua yang terjadi sebagai proses.
0 Komentar