Penulis :
Fitria Rizka Nabelia
Mahasiswa AFI angkatan 2017


Apa sih asyiknya Filsafat? Tentu sekarang ini banyak orang yang mengira bahwa ilmu ini sangat abstrak dan bahkan mengawang-awang. Pembicaraan Filsafat seolah-olah tidak berakar pada kenyataan. Kebanyakan orang juga menghubungkan Filsafat dengan ateisme, membuat sesat, menjatuhkan orang dalam kemurtadan, dan segala konotasi negatif lainnya.  Padahal bila orang mau dengan sabar mencecap kenikmatan berfilsafat, dirinya akan merasakan bahwa Filsafat itu maha asyik.

Bila kita mencari di banyak buku Filsafat, biasanya akan disuguhkan penjelasan makna Filsafat secara bahasa. Bahwa kata Filsafat terdiri dari kata philo dan shopia, yang artinya mencintai kebijaksanan.  Sedangkan berdasarkan sumber sejarah, orang pertama yang menggunakan istilah Filsafat adalah Pythagoras. Karenanya bisa dibilang, awalnya Filsafat merupakan sebuah ajaran tarekat kuno. 

Namun sayangnya saat ini lebih banyak orang yang memahami Filsafat berdasarkan makna bahasa saja. Tentu saja hal itu tidak asyik. Sebab bila semata hanya untuk mencari kebijaksanaan, perkembangan berbagai fakultas ilmu terutama sains, sekarang ini sudah menunjang bagi pencarian kebijaksanaan. Toh sekarang kita bisa mengandalkan “Google” yang dapat dikatakan dapat membantu, jika hanya sekedar untuk mendapatkan berbagai macam kebijaksanaan.

Sekali lagi, dimana asyiknya jika Filsafat hanya untuk mencari kebijaksanaan. Tentu saja Filsafat hakikatnya tidak hanya berurusan dengan kebijaksanaan semacam itu atau berbagai kebijaksanaan yang setiap hari berseliweran dalam kehidupan kita. Karena itu, asyiknya, Filsafat memiliki sifat dasar untuk terus menyuguhkan pertanyaan. Sedangkan pertanyaan yang dimaksud, tentu saja bukan asal tanya, bukan pertanyaan sulit agar orang lain tidak mampu untuk menjawab, seperti pertanyaan apa warna kebenaran? Atau berbau apa keadilan itu? 

Tentu saja pertanyaan dalam Filsafat ditujukan untuk memecahkan permasalahan. Sebab dunia dipandang sebagai suatu teka-teki yang harus diselesaikan. Pertanyaan untuk berbagai hal yang tidak mampu begitu saja dijawab dalam kenyataan hidup kita sehari-hari. Seperti kebijaksanaan yang sehari-hari biasa kita dengar, menabung pangkal kaya? Atau selalu bangun pagi agar rejekinya tidak dipatok ayam. Hal ini biasanya dalam Filsafat dapat menimbulkan pertanyaan, seperti benarkah dengan menabung orang bisa kaya? Benarkah dengan kebiasaan bangun siang kita akan kehilangan rejeki? Filsafat tentu tidak puas jika hanya mendapatkan jawaban yang kebanyakan sekedar bersifat untuk menenangkan semacam itu. Filsafat ingin mencoba menggali, menyelami, berjibaku lebih jauh, kenapa semua keadaan ini demikian adanya?

Karenanya Filsafat sesungguhnya ingin mengetahui struktur dasar kenyataan kehidupan ini. Mengetahui aturan mainnya seperti apa? Tengok saja bila kita kembali ke zaman para Filosof Yunani. Mereka berani mengesampingkan peran dewa-dewa yang biasanya dikaitkan dengan fenomena alam. Para Filosof ini tentu tidak sekedar untuk mencari jawaban, yang kebanyakan terwujud dalam mitos-mitos. Namun, ingin menggali lebih jauh, melampaui jawaban yang sudah ada. Jawaban dari mitos-mitos itu, mungkin mulai kurang asyik bagi para Filosof. 

Bagaimanapun berfilsafat artinya bisa hidup dan menjalani kehidupan dengan terus bertanya dan menyusun pertanyaan. Tentu mengasyikan sekali bukan? Terus menerus beranjak dari satu pertanyaan ke pertanyaan yang lain, membuat hidup lebih hidup. Bahkan jawaban dalam Filsafat itu terkadang tidak terasa penting. Hal paling mengasyikan tentu saja, karena dapat mengelanakan pikiran sejauh dan seluas mungkin. Sekali lagi tentu saja itu bukan tanpa tujuan, tapi untuk memecahkan misteri kehidupan. Sedangkan untuk mencapai kesimpulan atau jawaban bisa apapun, asal berbagai kesimpulan tersebut didapatkan untuk menghabiskan segala pertanyaan yang mungkin. 

Seorang pebelajar Filsafat, tidak cukup bertanya lalu menjawab, tapi menggali segala dimensi bagi pertanyaan yang telah kita ajukan. Misalnya bila ada pertanyaan, bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan? Jika jawaban dari pertanyaan tersebut, kita bisa mendapatkan pengetahuan dari pengalaman. Namun bagi seorang filosof hal tersebut tidak cukup sampai di situ saja, akan ada lagi pertanyaan, apa itu pengalaman? Bagaimana pengalaman itu mungkin didapatkan? Bila dijawab lagi, pengalaman didapat dari penyerapan inderawi yang kita miliki. Seorang filosof akan asyik untuk terus mempertanyakan, hingga tidak terbatas.  

Berbagai pertanyaan yang terus kita ajukan tersebut, sesungguhnya bertujuan untuk mencari akar yang tidak tergoyahkan. Mencari jawaban yang tidak bisa dipertanyakan lagi. Tapi sampai sekarang, tentu saja tidak pernah ada jawaban dari filosof yang tidak bisa digoyahkan dan berhenti dipertanyakan. Berbagai simpulan filosofis tentu tetap bisa dipertanyakan. Karena dalam Filsafat tidak pernah ada jawaban final atau suatu jawaban utuh dari pertanyaan. Sehingga bila seorang filsuf sampai pada suatu jawaban. Hal itu sesungguhnya hanya menjadi pemantik bagi filosof lain untuk mengujinya dengan pertanyaan yang baru. Asyik bukan?

Karena itulah, Filsafat itu maha asyik. Melihat dunia sebagai teka-teki dan harus terus dipertanyakan. Menyediakan jawaban yang mungkin dan kembali mempertanyakannya. Menjalani kehidupan sebagai penguji dan pembuat pertanyaan, menguji batas sampai mana pertanyaan tersebut dapat dipertanyakan dan sampai pada pertanyaan kembali. Jadi, kalau kehidupan kalian mau asyik, yuk berfilsafat! Trust me it work.