Penulis :
Moch Thoyyib Imam Muchlissin
Mahasiswa AFI angkatan 2019
Genteng merupakan salah satu industri tradisional yang digeluti masyarakat Desa Kamulan, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Industri ini rupanya cukup populer dikenal masyarakat luas. Dan juga telah menjadi komoditas utama masyarakat setempat sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu dan mampu bertahan hingga sekarang. Dibalik kepopulerannya, terdapat sejarah atas progresifitas yang terus berkembang sejak industri ini mulai dirintis.
Desa Kamulan, desa paling ujung Kabupaten Trenggalek yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tulungagung. Lokasinya begitu strategis. Berada di area perbukitan dan memiliki jarak yang cukup dekat dengan jalan raya. Letak geografis semacam ini telah memberi nilai lebih bagi masyarakat. Desa Kamulan (khususnya area pasar desa) menjadi pusat perekonomian untuk desa-desa sekitar. Letak geografisnya yang mendukung merupakan aspek yang melatarbelakangi munculnya inisiatif masyarakat dalam merintis berkembangnya industri genteng di sini.
Dinamika Industri Genteng
Konsep industri genteng di Desa Kamulan telah muncul sejak tahun 1950-an. Kemunculannya adalah buah dari pemikiran masyarakat secara komunal. Mujayin (sesepuh desa) menyebutkan bahwa industri ini telah dimulai pasca kemerdekaan dan bukan warisan dari Belanda. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan lokal memiliki peran fundamental atas lahirnya konsep ini. Terlebih lagi, sejak konsep tersebut teraktualisasi, industri genteng berubah menjadi komoditas utama masyarakat Kamulan. Sebagaimana industri ini telah berjalan kurang lebih selama 70 tahun dan tetap eksis hingga sekarang.
Tampaknya dampak dari arus modernisasi tidak bisa terbendung dan telah merambah ke dalam sektor ekonomi. Masyarakat setempat dapat beradaptasi dengan mudah karena pandangan hidup mereka yang cukup fleksibel ketika dihadapkan dengan sesuatu yang baru. Oleh karena itu, mereka tidak begitu kaget dengan lajunya arus modernitas. Apalagi dengan dampak positif yang akan mereka terima dalam perkembangan industri tersebut.
Mujayin (sesepuh desa) membagi perkembangan industri ini ke dalam empat periode. Pada periode awal, industri genteng masih sangat sederhana. Masyarakat hanya menggunakan alat dan bahan seadanya. Tanah liat, tanah gembur, pasir dan kayu mereka peroleh dari lingkungan sekitar. Tersedianya sumber daya alam sangat membantu masyarakat saat hendak memulai usaha, khususnya bagi mereka yang minim modal. Hanya saja, karena masih serba tradisional mereka harus bekerja ekstra.
Genteng Clunting adalah jenis genteng pertama yang mereka produksi. Proses pembuatannya cukup sederhana. Tanah yang baru mereka cangkul dipindahkan untuk dicampur dengan berbagai unsur lain yang diperlukan. Tanah tersebut kemudian dibentuk tipis-tipis menggunakan tangan sampai membentuk genteng. Wajar saja, jika pada periode ini hanya ditemukan satu jenis genteng saja. Biarpun begitu, ini adalah batu loncatan pertama dan aspek terpenting yang mendukung munculnya jenis genteng lainnya di periode selanjutnya.
Pada periode kedua, muncul inovasi baru untuk membuat jenis genteng yang lain. Seperti genteng jenis Pres dan Wuwung. Genteng Pres, biasanya digunakan sebagai atap rumah. Sedangkan genteng jenis Wuwung, bentuknya melengkung dan berfungsi untuk menguatkan atap agar bisa menyatu dengan sempurna.
Masyarakat juga mulai mengenal istilah ganden, yaitu alat semacam palu agak besar yang terbuat dari kayu. Ganden ini digunakan untuk membentuk genteng jenis Pres. Mulanya, tanah yang sudah dicampur diletakkan di tiang penyangga. Kemudian, dipukul-pukul dengan ganden sampai membentuk genteng. Kurang lebih cara pembuatan kedua jenis genteng ini sama, hanya saja genteng jenis Wuwung tidak memerlukan tiang penyangga dalam proses pembuatannya.
Pada periode ketiga, muncul genteng jenis Karangpilang. Genteng yang paling diminati masyarakat. Sebenarnya, hampir tidak ada perbedaan spesifik antara jenis karangpilang dengan jenis lainnya terkecuali ukurannya yang lebih lebar. Tampaknya ukuran genteng sangat berpengaruh dalam menarik perhatian konsumen.
Pada masa ini, juga mulai dikenal istilah genuan. Yaitu sebutan untuk kumpulan tanah yang sudah tercampur dengan unsur-unsur lain dan dibuat menggunung. Genuan biasanya diletakkan di suatu tempat yang teduh terlebih dahulu dalam kurun waktu tertentu. Tujuannya, agar tanah menjadi lebih mudah diproses pada tahap berikutnya, yaitu penyisiran.
Sebelum itu, untuk lebih memudahkan proses penyisiran, genuan yang berukuran besar itu dibuat menjadi gumpalan tanah kecil-kecil. Penyisiran tersebut dilakukan agar bebatuan-bebatuan kecil yang melekat pada tanah bisa dihilangkan. Sehingga kualitas yang dihasilkan juga akan semakin meningkat.
Pada periode modern, ditandai dengan proses pengerjaan yang sudah menggunakan bantuan mesin tradisional. Dalam artian, mesin tersebut masih dioperasikan secara manual menggunakan tenaga manusia. Meskipun belum bisa dikatakan benar-benar modern, pada periode ini, masyarakat sudah cukup terbantu. Tenaga yang dikeluarkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Selain itu, jenis gentengnya pun juga sudah bervariasi. Saat ini tercatat sudah ada 6 jenis genteng yang diproduksi. Seperti : Karangpilang, Pres, Pegon, Wuwung, Mantili dan Gelombang.
Selanjutnya, dari segi pemasaran produksi genteng ini pun terbilang cukup mudah. Konsumen biasanya datang langsung pada salah satu perusahaan genteng yang masih memiliki stok persediaan ataupun membeli dengan menggunakan jasa makelar. Melalui makelar inilah, pemasaran genteng menjadi lebih mudah dan jangkauannya pun juga semakin meluas. Bahkan sudah mencapai antar kabupaten, provinsi, bahkan antar pulau.
Mujayin (sesepuh desa) menyatakan bahwa beberapa tahun yang lalu, pemasaran gentengnya pun sampai melewati batas antar pulau, yaitu Pulau Kalimantan. Pemasaran yang cukup meluas membuat genteng produksi kamulan populer di berbagai daerah. Mayoritas pembeli lebih memilih produksi genteng kamulan karena sudah terkenal akan kualitasnya.
Arus modernitas telah membuat industri ini menjadi dinamis. Banyak inovasi yang bermunculan dalam perkembangan jenis genteng, teknik pembuatan ataupun peralatan yang digunakan. Popularitas memang tidak begitu saja didapat, melainkan selalu melewati proses yang cukup panjang. Namun begitu, saat ini perkembangannya telah membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Industri ini telah menjadi komoditas utama masyarakat setempat.
0 Komentar