Penulis :
Abdul Manan & Latiful Hanan
Staf Buletin Verstehen HMPS AFI
illustrasi:
M. Ichya' Nurus Shobach
Staf Buletin Verstehen HMPS AFI
Polemik Herakleitos dan Parmenides adalah petarungan intelektual
antara dua filsuf Yunani Kuno yang memiliki pandangan saling berseberangan
tentang alam semesta. Herakleitos
dikenal karena pemikirannya yang konstan dan fluktuasi dalam memandang alam
semesta dengan anasir api-nya. Sedangkan, Parmenides menawarkan pendapatnya
bahwa alam semesta adalah suatu kesatuan yang abadi dan tidak berubah.
Pergulatan keduanya menggambarkan pertentangan ajaran dinamis dan statis
mengenai alam semesta.
Herakleitos menganalogikan sistem perubuhan alam semesta seperti
hukum prinsip yang terdapat pada api. Nyala api dapat bergerak dan merubah
suatu benda yang disentuhnya menjadi entitas lain. Menurutnya, api yang
memiliki sifat elastis mengandung arti bahwa tak ada yang tenang dan tetap.
Begitupun, semua tatanan alam semesta terbentuk atau terjadi dari yang awal,
adanya pergerakan yang menyebabkan suatu benda berubah menjadi wujud lain. Maka
dari itu, herakleitos mengandaikan api sebagai anasir yang awal.
Alam semesta serta isinya ialah wujud eksemplar atas panta rei dari
yang satu. Satu entitas awal mengalami perubahan bentuk baru dengan
menghancurkan yang lama sekaligus menggantikan ruangnya. Perubahan senantiasa
akan terus-menerus berjalan selama pertentangan ada pada yang lain.
Pertentangan dalam realitas yang paling mendekati kesadaran, seperti; siang dan
malam, laki-laki atau perempuan, merah dengan putih.
Herakleitos mendeklarasikan bahwa “Perang adalah bapa semuanya,”
ujarnya lagi, “Kita harus tahu bahwa perang berlaku bagi semuanya dan
perselisihan adalah keadilan, dan bahwa segala sesuatu lahir dan lenyap lewat
perselisihan.” Tanpa pertentangan mustahil sesuatu dapat tercipta dengan
sendirinya. Jika ada sesuatu yang berdiri sendiri, maka sesuatu tersebut tidak
diperlukan lagi dalam susunan alam semesta. Secara tidak langsung, benda yang
mampu berdiri sendiri mengakibatkan perlahan perputaran dunia terputus.
Pertentangan-pertentangan tersebut, tanpa diketahui manusia,
melakukan penyesuaian antara partikel-partikel yang berlawanan untuk
menghasilkan gerakan harmoni. Keharmonisasian antara elemen yang berbeda
menjadi sebab terciptanya hal baru. Sekaligus, membuat pertukarannya senantiasa
tidak terputuskan. Sedemikian, aksioma perubahan alam semesta dari Herakleitos.
Dikemudian hari, akan dipertentangkan oleh Parmenides, seorang filosof berusia
lebih muda darinya.
Teori Parmenides berkenaan dengan asal muasal alam semesta adalah
antonim dari teori Herakleitos. Kajian Parmenides mengenai alam semesta disebut
jalan kebenaran. Teori jalan kebenaran berlandaskan kepada pengada, dalam
ajarannya pengada diartikan sebagai pikiran. Teori kebenaran mengemukakan
pengada memiliki sifat tunggal, tak terbatas, dan tak terbagi; maksudnya ialah,
alam semesta beserta isinya hanya ada dalam cangkupan pikiran, karena pikiran
dapat merangkum semuanya menjadi satu.
Seseorang tidak dapat mengetahui sesuatu yang tidak ada, mustahil
orang dapat memikirkan sesuatu yang tidak ada; sebab, seluruh sesuatu yang
dipikirkan sudah pasti ada. Semisal, seseorang menyebut suatu nama, entah benda
atau yang lainnya, pastilah sesuatu itu ada di alam semesta. Sejauh yang ada,
Parmenides menguraikan 4 asas yang dimiliki pengada;
1) “Pengada” itu esa, tidak dapat pecah. Pluralitas itu hanya
terjadi dalam perspektif indrawi, karena “pengada” dalam kebenarannya tidak
dapat diduakan. 2) “Pengada” tidak memiliki permulaan dan tidak memiliki batas
akhir, seperti sisi lingkaran pada bola. Namun, “pengada” kekal dan abadi,
karena jika “pengada” tidak langgeng, maka memicu kemungkinan perubahan “yang
ada” menjadi “tidak ada”. 3) “Pengada” harus paripurna, dikaji dari segala sisi
tidak terdapat minus. “Pengada” tidak bisa ditambahkan sesuatu maupun darinya
sesuatu diambil. Andaikan bola, dilihat dari segala sudut sama bulat dan
seimbang. 4) “Pengada” meliputi semua tempat, sehingga tidak mungkin ada ruang
kosong yang menimbulkan pergeseran lalu menyebabkan perubahan. Ibaratnya bola
yang terisi penuh oleh tanah.
Sedangkan, menurut parmenides, indrawi mendustakan seluruh yang
lahiriah. Pandangan indrawi melahirkan persangka, aktualitas yang didasarkan
dari persangka indrawi tidak membuahkan secercah kebenaran. Selain mencetuskan
jalan kebenaran pada tahab rasio, Parmenides juga mengasung pemahaman indrawi
manusia yang mengakibatkan lahirnya perspektif pluralitas. Parmenides
membenarkan bahwa jalan pendapat menerima adanya perubahan dan keaneragaman.
Jalan pendapat dikendalikan oleh penilaian indrawi yang melukiskan suatu benda
makrokosmos.
Pada taraf ini, epitome Parmenides mirip dengan Herakleitos, namun
menurutnya, justru pandangan pancaindra menyebabkan kesesatan dalam memahami
kebenaran alam semesta. Materi Parmenides yang menyebutkan jalan kebenaran
mengalami kontra dengan apa yang dialami oleh pancaindra. Dalam menangani
persoalan ini, beberapa sampel di bawah diharapkan bisa menjadi benang merah.
Pada lingkup rasio kita menggunakan teori jalan kebenaran yang
mengklaim perubahan dan pluralitas mustahil terjadi. Akan tetapi, ketika kita
memasuki pengalaman indrawi, sementara harus meninggalkan jalan kebenaran dan
menganut jalan pendapat. Karena pada jalan pendapat perubahan dan pluralitas
itu faktual. Namun, parmenides selalu menekankan bahwa pengalaman indrawi bukan
kebenaran realitas sesungguhnya.
Jalan pendapat yang dikemukakan parmenides sebenarnya bukan murni
hasil dari studinya, ia hanya menyajikan pandangan mazhab Pythagorean yang
diikutinya dahulu. Mengingat pada saat itu ajaran Pythagorean belum dibukukan.
Setelah parmenides menyampaikan kepercayaan yang dianutnya. Baru setelah itu,
ia mendapatkan wahyu barunya sendiri yang dituturkan melalui jalan kebenaran.
Herakleitos maupun Parmenides telah menyumbangkan kemajuan yang
sangat berarti bagi cara berfikir manusia dewasa ini. Berkat pemikiran
kritisnya, ilmu pengetahuan tidak mengalami stagnasi karena pengaruh mistik
yang telah lama mengerak di dalam logika manusia-manusia primitif. Kini manusia
dapat berfikir dengan struktur berlandaskan teori-teori yang lahir dalam
lingkup filsafat. Dalam dunia filsafat teori baru terus bertumbuh sejalan
dengan zamannya.
Pertarungan intelektual akan terus bermunculan seiringan datangnya
perdamaian. Baru setelah setengah abad pergulatan perihal becoming (Herakleitos)
dan being (Parmenides) mendapati titik temu pada ajaran filsafat
Plato dan Aristoteles. Penyesuaian antara pengetahuan yang dimiliki oleh rasio
dengan data yang didapatkan dari pengalaman indrawi, akan diuraikan pada
filsafat Pasca-Socrates dalam artikel selanjutnya.
Daftar Pustaka
Hatta, Muhammad. Alam Pikiran Yunani. Jakarta:
UI-Press, 1986.
Bertens, Kees. (2003). Sejarah Filsafat
Yunani. Yogyakarta: PT Kanisius.
Russell, Bertrand. (2002). Sejarah Filsafat
Barat: dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga
Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Herho, Susanto S.H.
(2016). Pijar Filsafat Yunani Klasik. Bandung: Perkumpulan Studi Ilmu
Kemasyarakatan ITB (PSIK ITB).
2 Komentar