Oleh Miftahul Rohman [] Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
Semester VI; IAIN Tulungagung [] Staf Verstehen Organic Philosophy
1#
Marcel seorang filsuf eksistensialis yang mampu menjelaskan hakikat ada,
cinta dan kesetiaan bagi manusia. Persoalan itu ia kupas melalui analisa
filsafat yang apik dalam kerangka yang dikaitkannya dengan eksistensi
manusia. Ia telah dengan cukup gamblang mengawali diskusinya dengan apa itu
‘ada’. Ia juga mengelaborasi secara sistematis berbagai tahapannya hingga
menelaah tentang ‘ada’ dalam relasinya dengan ‘ada’ lainnya.
Penulis memulai pembahasan tentang ‘ada’ dan hubungan dengan sesamanya,
yang biasa disebut dengan ‘kehadiran’. Tak jauh berbeda dengan para filsuf
eksistensialisme lainnya, Marcel menyebut intensionalitas sebagai syarat
‘kehadiran’. Inilah yang disebut dengan perjumpaan antara antar persona
(ada-manusia).
Marcel cukup menakjubkan ketika ia menjelaskan, bahwa kehadiran bukan
kenyataan obyektif—berada dalam rentang ruang dan waktu—. Hemat kata,
keberadaan sebagai wujud kehadiran adalah suatu hal yang melampaui ruang
dan waktu. Bagi Marcel, kehadiran adalah peran aktif persona terhadap
persona yang lain, dengan cara berbeda ketika seseorang menganggap yang
lain sebagai obyek.
Lebih mudahnya, hubungan manusia dengan sesamanya harus dipandang sebagai
ikatan dalam komunikasi aktif (saling memberi dan menerima). Itulah hakikat
manusia ‘berada’ yang sama sekali berbeda dengan sesuatu di luar manusia.
Subyek selalu mengarahkan pada yang lain agar ia dapat—hadir—, begitupun
subyek yang lain. Jadi, kehadiran adalah hadir bersama-sama dan terarah
pada pemahaman tentang aku sebagai subyek dan engkau sebagai subyek yang
lain.
Simpulan terakhir itu mejadi dasar bagi Marcel mengupas secara tuntas
relasi manusia dengan sesamanya. Marcel merinci dengan tegas makna
‘perjumpaan’ di lingkup ‘kehadiran’ dengan membedakan relasi aku-engkau dan
aku-ia. Pembedaan kedua relasi itu sangat esensial.
Relasi aku-engkau adalah hubungan setara antara aku sebagai subyek dan
engkau sebagai subyek pula –bukan obyek-. Ini membuktikan posisi yang
seimbang. Terlebih lagi, tatkala aku melakukan kontak dengan engkau, sudah
pasti mengalir tiada henti melampaui ruang dan waktu. Proposisi semacam itu
berdimensi ontologis.
Hal ini berbeda dengan relasi aku-ia. Secara prinsipil, ketika orang lain
distatuskan sebagai (ia), maka itu hanya dijelaskan sebagai aspek
fungsionalnya. Ia hanya nampak sebagai polisi, pejabat ataupun definisi
dari sebuah KTP misalkan. Di ranah ini, orang lain tidak memiliki
kesetaraan dengan aku (subyek) karena aku sebagai subyek yang mendefiniskan
yang lain. Sehingga, sangatlah tidak adil ketika kita menposisikan yang
lain bukan dalam perannya sebagai subyek tetapi sebagai atribut
–fungsional- nya saja.
Begitulah kurang lebihnya Marcel memaknai kehadiran sebagai titik singgung
dengan orang lain. Dalam konteks yang lebih mengerucut menyoal cinta,
kehadiran direalisasikan secara istimewa. Ia mengurai secara cermat tentang
aku dan engkau sebagai aktor cinta. Secara relasional aku dan engkau
mencapai kesatuan ontologis melalui kesepakatan. Menyatunya aku dan engkau
mencapai-menjadi taraf ‘kita’ dalam artikulasi bersama.
Aku dan engkau bukanlah penjumlahan per-bagian yang kemudian dijumlahkan
menjadi kita. kita adalah level di mana kesatuan terwujud yang tidak
mungkin bisa dipisahkan karena aku bukan serpihan begitupun engkau. Lebih
jauh lagi, kita adalah taraf kesempurnaan di mana kebersamaan benar-benar
memiliki kewibawaan komunikatif (saling mengisi). Kehadiran semacam itu
diyakini oleh Marcel sebagai puncak ‘ada’ manusia.
Dalam terma cinta, ‘ada’ memiliki arti penting. Berbeda dengan anggapan
orang saat ini, “mencintai” dalam kamus Marcel merupakan suatu imbauan
‘invocation’ terhadap sesama supaya aku dan engkau menjadi kita. Hal yang
sama juga berlaku pada pada engkau terhadap aku. Ketika kita adalah ‘ada’
maka diantara aku dan engkau harus menjamin bagi kesediaan untuk mendengar
dan manjawab. Aku dan engkau harus melepaskan diri dari sifat dan sikap
egoisme.
Dengan demikian, melalui kesepakatan dan kesepahaman untuk menjadi kita,
kebersamaan dalam cinta seyogyanya berlangsung secara terus menerus
melampaui ruang dan waktu. Oleh sebab itu, dalam pengalaman cinta termuat
ikrar aku dan engkau yang mengikatkan diri dalam payung kesetiaan.
Kesetiaan itu adalah “kesetiaan kreatif” demikian Marcel menyebutnya. Meski
pelbagai ikhwal senantiasa berubah namun, kesetiaan mampu memperbarui dan
memperkokoh cinta dalam relasi kita. Memang suatu hal yang tak mungkin
ditolak bahwa relasi aku-engkau senantiasa terancam untuk menjadi relasi
aku-ia. Pergeseran itulah yang menyebabkan ketidak-harmonisan hubungan
karena relasi cinta sudah lerai, dari ‘keberadaan’ esensial menjadi
fungsional semata. Sehingga, Marcel selalu mengingatkan bahwa manusia
selalu membutuhkan ‘kreatifitas kesetiaan’ untuk menanggulangi krisis cinta
dan status ‘ada’ nya kita. Dengan itu, manusia bisa tetap teduh-sejahtera
dalam naungan cinta dan hanya cinta.[*]
0 Komentar