Narasi Tentang (kita dan Kesetiaan) Perspektif Gabriel Marcel


Oleh Miftahul Rohman [] Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Semester VI; IAIN Tulungagung [] Staf Verstehen Organic Philosophy

1#
Marcel seorang filsuf eksistensialis yang mampu menjelaskan hakikat ada, cinta dan kesetiaan bagi manusia. Persoalan itu ia kupas melalui analisa filsafat yang apik dalam kerangka yang dikaitkannya dengan eksistensi manusia. Ia telah dengan cukup gamblang mengawali diskusinya dengan apa itu ‘ada’. Ia juga mengelaborasi secara sistematis berbagai tahapannya hingga menelaah tentang ‘ada’ dalam relasinya dengan ‘ada’ lainnya.

Penulis memulai pembahasan tentang ‘ada’ dan hubungan dengan sesamanya, yang biasa disebut dengan ‘kehadiran’. Tak jauh berbeda dengan para filsuf eksistensialisme lainnya, Marcel menyebut intensionalitas sebagai syarat ‘kehadiran’. Inilah yang disebut dengan perjumpaan antara antar persona (ada-manusia).

Marcel cukup menakjubkan ketika ia menjelaskan, bahwa kehadiran bukan kenyataan obyektif—berada dalam rentang ruang dan waktu—. Hemat kata, keberadaan sebagai wujud kehadiran adalah suatu hal yang melampaui ruang dan waktu. Bagi Marcel, kehadiran adalah peran aktif persona terhadap persona yang lain, dengan cara berbeda ketika seseorang menganggap yang lain sebagai obyek.

Lebih mudahnya, hubungan manusia dengan sesamanya harus dipandang sebagai ikatan dalam komunikasi aktif (saling memberi dan menerima). Itulah hakikat manusia ‘berada’ yang sama sekali berbeda dengan sesuatu di luar manusia. Subyek selalu mengarahkan pada yang lain agar ia dapat—hadir—, begitupun subyek yang lain. Jadi, kehadiran adalah hadir bersama-sama dan terarah pada pemahaman tentang aku sebagai subyek dan engkau sebagai subyek yang lain.

Simpulan terakhir itu mejadi dasar bagi Marcel mengupas secara tuntas relasi manusia dengan sesamanya. Marcel merinci dengan tegas makna ‘perjumpaan’ di lingkup ‘kehadiran’ dengan membedakan relasi aku-engkau dan aku-ia. Pembedaan kedua relasi itu sangat esensial.

Relasi aku-engkau adalah hubungan setara antara aku sebagai subyek dan engkau sebagai subyek pula –bukan obyek-. Ini membuktikan posisi yang seimbang. Terlebih lagi, tatkala aku melakukan kontak dengan engkau, sudah pasti mengalir tiada henti melampaui ruang dan waktu. Proposisi semacam itu berdimensi ontologis.

Hal ini berbeda dengan relasi aku-ia. Secara prinsipil, ketika orang lain distatuskan sebagai (ia), maka itu hanya dijelaskan sebagai aspek fungsionalnya. Ia hanya nampak sebagai polisi, pejabat ataupun definisi dari sebuah KTP misalkan. Di ranah ini, orang lain tidak memiliki kesetaraan dengan aku (subyek) karena aku sebagai subyek yang mendefiniskan yang lain. Sehingga, sangatlah tidak adil ketika kita menposisikan yang lain bukan dalam perannya sebagai subyek tetapi sebagai atribut –fungsional- nya saja.

Begitulah kurang lebihnya Marcel memaknai kehadiran sebagai titik singgung dengan orang lain. Dalam konteks yang lebih mengerucut menyoal cinta, kehadiran direalisasikan secara istimewa. Ia mengurai secara cermat tentang aku dan engkau sebagai aktor cinta. Secara relasional aku dan engkau mencapai kesatuan ontologis melalui kesepakatan. Menyatunya aku dan engkau mencapai-menjadi taraf ‘kita’ dalam artikulasi bersama.

Aku dan engkau bukanlah penjumlahan per-bagian yang kemudian dijumlahkan menjadi kita. kita adalah level di mana kesatuan terwujud yang tidak mungkin bisa dipisahkan karena aku bukan serpihan begitupun engkau. Lebih jauh lagi, kita adalah taraf kesempurnaan di mana kebersamaan benar-benar memiliki kewibawaan komunikatif (saling mengisi). Kehadiran semacam itu diyakini oleh Marcel sebagai puncak ‘ada’ manusia.

Dalam terma cinta, ‘ada’ memiliki arti penting. Berbeda dengan anggapan orang saat ini, “mencintai” dalam kamus Marcel merupakan suatu imbauan ‘invocation’ terhadap sesama supaya aku dan engkau menjadi kita. Hal yang sama juga berlaku pada pada engkau terhadap aku. Ketika kita adalah ‘ada’ maka diantara aku dan engkau harus menjamin bagi kesediaan untuk mendengar dan manjawab. Aku dan engkau harus melepaskan diri dari sifat dan sikap egoisme.

Dengan demikian, melalui kesepakatan dan kesepahaman untuk menjadi kita, kebersamaan dalam cinta seyogyanya berlangsung secara terus menerus melampaui ruang dan waktu. Oleh sebab itu, dalam pengalaman cinta termuat ikrar aku dan engkau yang mengikatkan diri dalam payung kesetiaan.

Kesetiaan itu adalah “kesetiaan kreatif” demikian Marcel menyebutnya. Meski pelbagai ikhwal senantiasa berubah namun, kesetiaan mampu memperbarui dan memperkokoh cinta dalam relasi kita. Memang suatu hal yang tak mungkin ditolak bahwa relasi aku-engkau senantiasa terancam untuk menjadi relasi aku-ia. Pergeseran itulah yang menyebabkan ketidak-harmonisan hubungan karena relasi cinta sudah lerai, dari ‘keberadaan’ esensial menjadi fungsional semata. Sehingga, Marcel selalu mengingatkan bahwa manusia selalu membutuhkan ‘kreatifitas kesetiaan’ untuk menanggulangi krisis cinta dan status ‘ada’ nya kita. Dengan itu, manusia bisa tetap teduh-sejahtera dalam naungan cinta dan hanya cinta.[*]

Posting Komentar

0 Komentar