Lembayung

Oleh Wisanggeni Esmoyo [] Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam; IAIN Tulungagung [] Staf Verstehen Organic Philosophy

Hidup di dunia konsumerisme saat ini, seluruh energi ruh manusia diarahkan hanya pada pemuasan hawa nafsu. Segala jalan ditempuh untuk memenuhi hasrat akan kekayaan, popularitas, kekuasaan dan seks. Dilain sisi kantong bagi jiwa, spiritualitas nyaris kering dan hampa. Sehingga dalam penerapannya memicu perubahan dan revolusi, yang pada akhirnya terjerumus pada penghambaan hawa nafsu.

Norma dan moralitas ditata ulang. Segala bentuk pembatasan dan aturan harus dirobohkan. Manusia menjadi bebas dari segala rantai belengu, dan hidup dalam keanekaragaman bentuk seksual dan erotika.

Manusia memang harus membebaskan dirinya dari belengu pemaknaan berahi yang cupit. Tidak ada lagi waria, lesbian, masokis, sadistis atau homo. Semua perbedaan normal dan abnormal menguap; membuka seluas-luasnya, melenyapkan dimensi ketabuan seksualitas.

Hancurnya belenggu hawa nafsu, membuat poros dunia digantikan oleh ekonomi libido. Segingga mudah menjamurnya hal seperti ini, yang membuat sitem makna dan pesan tergantikan oleh sistem bujuk rayu (seduction), memunculkan segala kepalsuan, ilusi, dan penampakannya.

Rayuan, berjalan melalui serangkaian pengosongan tanda-tanda pesan dan makna, sehingga yang tersisa hanyalah penampakan semata. Seperti wajah penuh make-up adalah wajah kosong akan makna, penampakan buatan dan kepalsuannya menyembunyikan kebenaran diri.

Apa yang ditampilkan rayuan merupakan kepalsuan dan kesemuan. Apa yang diinginkan rayuan bukanlah untuk dimengerti, melainkan memunculkan keterpesonaan dan gelora nafsu; gelora seksual, gelora belanja, dan gelora berkuasa (Yasraf Amir Piliang, 1998).

Rayuan tidak menjadi dominasi pria dan wanita. Rayuan tidak memiliki bentuk lugas seperti kecemburuan pada penis pria, wanita subur atau menjulangnya gunung kembar. Rayuan buta akan sektarian, warna kulit, jenis kelamin, usia ataupun kepuasan tunggal. Maka jangan heran, banyak sebagian orang menolak mereka yang hanya mencintai sesama pria, sesama wanita, mereka sudah menjadi satu bagian penting dalam gravitasi berahi.

Sebenarnya tidak demikian, karena berahi didorong kuat menuju permukaan yang tanpa batas. Pada akhirnya, di atas orgasme masih ada kepuasan dan kegembiraan lain; sebuah rayuan. Sehingga akan bodoh jika mendefinisikan nafsu dengan kepuasan seks belaka.

Apakah sama nafsu dengan ketelanjangan? Jika betul, maka kita akan banyak menenui hawa nafsu di suku-suku pedalam Indonesia yang notabennya hidup tanpa pakaian (kaum nudis). Semua bagian tubuh mereka bisa dipandang sebagai wajah. Tergantung bagaimana kita menangkap dan megelola tanda-tanda yang dipancarkan itu menjdai sesuatu yang sesuai kita inginkan.

Meskipun Freud benar dengan mengatakan bahwa tidak ada kepuasan libido tunggal, tampaknya berahi menghilang dari wacana psikoanalisis atau akan muncul kembali ketika hendak dikubur dan dilupakan. Ketika seseorang berupaya untuk membuang dan mengendalikan hawa nafsu dalam makna dan definisi yang kerdil, semakin ia terbang pada jagat raya tak terbatas.

Ketika kita mengulas hawa nafsu secara mendalam membuat kita picik dan kerdil, karena ternyata seluruh anatomi kita dikendalikan oleh nafsu. Bahkan usaha untuk menyita, merampas, membuang nafsu dengan alasan demi perkembangan ilmu penegtahuan adalah kepura-puraaan; prilaku yang pada akhirnya jatuh smaput pada lubang galiannya sendiri.

Lantas apa hubungannya nafsu dengan Tuhan, revolusi, dan seremoni? Pertanyaan yang muncul dari teman ngesess saya di warkop tepi rel kereta dekat kampus. Nafsu berahi, dengan lingkup yang luas, akhirnya menyentuh segala segi kehidupan. Tuhan dianggap benar adanya bagi mereka yang mampu menghadirkan sinar-sinar kebenaran Tuhan dan mengubahnya menjadi cita-cita yang dibermaknai (nafsu berahi-kebenaran).

Selanjutnya revolusi, ia menjadi tidak benar ketika kebenaran itu sendiri diungkap. Kebenaran bisa diyakini bila masih terselubung oleh selambu: selakangan mambu, dan jika selambu terbuka aurat akan terlihat, maksud saya kebenaran akan menguap. Kebanyakan sebagian orang tidak menginginkan kebenaran revolusi itu, melainkan prosesinya. Seperti halnya dalam sebuah tempat karaoke, nafsu adalah sebuah perayaan, bukan lagu-lagunya itu sendiri. Kuhisap kretek. Nafsu, rayuan tak pernak mau berhenti pada tanda yang sudah kujelaskan di atas. Ia selalu beroperasi melalui pengelabuan. Ia tembakkan rudal dan menenggelamkan manusia selamanya ke dasar kesemuan. Itulah yang sering orang bijak menyebutnya dengan amoralitas rayuan.

Ia mengelincirkan orang dari kebenaran karena tergoda penampakan orang yang dicintai. Karena lingkup rayuan demikian luas, pada akhirnya sudah menjadi titik gravitasi universal rayuan seluas alam raya.

Tole teman ngeses beransumsi, memahami rayuan terdakang adalah memahami diri sendiri. seperti halnya kita bercermin, menatap wajah diri sendiri dalam rengkuhan cahaya cermin, kita pun bisa terangsang, terberahi, terpuaskan oleh orgarme.

Narcistis? Ya, hanya sebagai cirinya sambarku kemudian. Hemm, bagaimana kita memahami para banci? Waria di Barcelona tetap membiarkan bulu dada dan kumisnya tumbuh lebat?, dan mereka mampu tampil merangsang, jangan tanya sumber dapat dari mana. Ketika lawan mereka berhasil menerjemahkan tanda-tanda yang dipancarkan oleh isyarat tubuh, panggung, dan make-up. Tegasku sekali lagi, jenis kelamin menjadi in valid dalam kasus tersebut.

Kayaknya kita akan lebih sedikit memiliki pemahaman tantang rayuan jika bisa membedakan pornografi dan kecabulan. Teman-teman tuilisan ini banyak hal mengelikan mungkin sebagian akan muntah, jujur saya garap tulisan saat jam goblok, maka dari itu tulisan ini terasa liar dibaca.

Pornografi lebih bersifat “memberi warna lain” pada tampilan seks. Kita ambil contoh seseorang yang memberi sedikit bebatuan dan tanaman pada bukit gersang, sebelum ia mengambil gambarnya.

Sedangkan kecabulan adalah pelanggaran. Bukan pelanggaran terhadap seni, estetika, tetapi lebih pada pelibatan kekerasan dalam kandungan seksual. Kalo boleh jujur, ketika menulis paragrfah ini terasa sakit didada membayangkan jodohku dijaga orang lain dan dijamahnya Cuxx kan.

Bukan kekerasan dalam arti fisik, tetapi ketidakmampuan seseorang untuk menetralkan berbagai arti kekerasan. Kog bisa demikian, karena kita terlampau menerjemahkan pornografi secara sangat terbatas (sehingga tidak dihindari terkadang kita terperangkap dengan menyamakan sesuatu yang porno sama dengan sesuatu yang cabul). Padahal pornografi punya definisi dan masa depan yang tanpa batas, lek keliru betulkan cak.

Imbuhan temanku Tole, pornografi mampu mendorong kecabulan menjadi kecabulan yang paling murni. Bahkan bukan sekedar keluar masuk barang, tetapi membuat kecabulan itu menjadi indah. Embooh indah dimananya pokoknya aku panas nulis tiga paragraf ini.

***

Mari berbicara cinta. Kuhisap sepuntung kretek dan mengepulkannya ke atas kepala. Cinta adalah tantangan dan hadiah; sebuah tantangan bagi orang lain untuk mengembalikan cinta itu. Jika seseorang datang pada Anda dan berusahalah untuk membujuk atau merangsang Anda; berpura-puralah untuk terangsang. Bila tidak terangsang segera hubungi Mak Erot!!

Hal demikian dilakukan supaya Anda mampu balik merangsangnya. Ini bukanlah cinta melainkan sebuah penyelewangan; cinta berjalan tidak seiring dengan godaan seks. Mereka, bisa jadi, berjalan terpisah menuju tujuannya masing-masing. Ketika Anda mencintai seseorang, hasuskah berakhir dengan orgasme? Astagfirullah semoga engkau tidak menodai cinta yang kusemai ini dek, walaupun kutakbisa memilikiku tapi kuyakin cinta ini akan bersemai dengan indahnya.

Tole: bocha kog ngebucin, sambil membakar puntung kretek.

Orgasme, di Prancir negara yang sangat inggin kukunjungi untuk meneruskan study. Mereka menamakannya dengan “kematian kecil”. Pada saat orgasme visual. Karena itu, selamat membaca di Blog Verstehen Organic Philosophy, nantikan kelanjutan tulisan-tulisan selengekan kami.

Posting Komentar

0 Komentar