Pertemuan SKAF pada hari jum’at, 21 Maret 2019 yang diikuti
oleh segenap mahasiswa AFI membahastentang tokoh Immanuel Kant. Diskusi
tersebut bertempat di Kedai Kopi Gandrung .Dipantik oleh Mohammad Arifin dan
dimoderatori oleh Syafiq Syaifulloh Fattah. Keduanya merupakan mahasiswa AFI
semester 4.
Sebagai pemateri, Arifin menjelaskan seluk beluk mengenai
Immanuel Kant. Penjelasannya dimulai dengan membahas biografi Immanuel Kant
secara singkat. Kant dilahirkan di kota Konigsberg di Prusia Timur pada 22
April 1724. Dia dididik dengan disiplin oleh keluarganya yang menganut agama
Pietist. Pietist adalah agama di Jerman yang berdasarkan keyakinan pada
pengalaman religius dan studi kitab suci. Suasana tersebut sangat pengaruh
dalam pemikiran Kant yang menjunjung nilai kewajiban.
Kant Meninggal pada tanggal 12 Februari 1804 pada usia 80
tahun. Arifin mengatakan bahwa menurut beberapa sumber, makam Kant tidak berisi
tulang-tulangnya karena telah dicuri orang. Selain itu, makamnya juga rusak
karena perang. Hanya tersisa nisannya yang bertuliskan “Langit berbintang
diatas saya moral didalam saya”. Kalimat itu mencerminkan minatnya pada fisika
dan etika.
Immanuel Kant terkenal dengan Sintesis Rasionalis dan
Empiris. Sintesisini menghasilkan pemikiran filsafat yang baruyaitu Kritisisme. Kritisisme
adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki
kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah faham yang
mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan Empirisme. Dalam perjalanan
filsfatanya Kant, beliau mengalami tiga periode yang berpengaruh dalam
sintesisnya.
Pemikiran Kant kala itu masih dipengaruhi oleh Leibniz Wolf
sampai tahun 1760. Periode ini sering disebut rasioanalistik. Lalu, periode
kedua berlangsung tahun 1760-1770 yang ditandai dengan semangat Skeptisisme
atau sering disebut periode Empiristik. Periode ketiganya dimulai dari
Innaguran dissertationnya pada tahun 1770 atau lebih dikenal dengan periode
kritik.
Para filosof sebelum Kant, umumnya memprioritaskan kerja
akal budi atau nalar. Bahkan menganggap manusia mampu berpikir untuk menjawab
dan menguak segala hal yang mendasar dan esensial dari segala
penampakan realitas. Pemikir metafisis seperti Plato dan Aristoteles yang
menyebutkan realitas adalah yang dapat dipahami, dan setiap aliran metafisika
mengklaim bahwa akal budi memiliki kapasitas untuk memahami realitas atau
dunia.
Kant tidak menyepakati hal tersebut, karena bagi Kant
metafisika dipahami sebagai ilmu tentang batas-batas rasional manusia. Kant
juga melawan teori realisme yaitu pengetahuan merupakan hasil penampakan dari
struktur paten yang telah ada. Namun, bagi Kant pengetahuan merupakan
produk dari akal manusia bukan hasil penampakan.
Filsafat sebelum Kant, juga memiliki proses berpikir yang
mana subjek harus mengarahkan diri pada objek seperti benda-benda. Namun,
menurut Kant bukan subjek yang mengarahkan diri pada objek, tapi sebaliknya.
Kant tidak memulai dari objek-objek tapi dari subjek. Objek-objek itu harus
menyesuaikan diri pada subjek. Menurut Kant filsafat realitas itu ada dalam
akal budi manusia. Perubahan cara berpikir yang dikemukakan Kant merupakan
evolusi Copernikan.
Filsafatnya Kant disebut filsafat transendental yaitu
pembahasannya bukan untuk objek pengalaman, melainkan bagaimana subjek
mengalami dan mengetahui sesuatu. Filsafat transendental tidak memusatkan pada
pengetahuan realitas konkrit seperti anatomi tubuh binatang dan lain-lain.
Melainkan mengetahui hukum-hukum yang mengatur pengalaman dan pemikiran
manusia. Kant menyebutnya sebagai hukum apriori.
Adapun para tokoh yang paling mempengaruhi filsafatnya Kant
salah satunya Leibniz Wolf dan Hume.Lebniz Wolf dan Hume merupakan tokoh dari
dua aliran yang kuat melanda Eropa pada masa pencerahan yairu
Empirisme dan Rasionalisme. Dua aliran tersebut sangat bertentangan. Kant
berusaha menjembatani pertentangan antara teori Rasionalisme dan Empirisme.
Karena menurut Kant, rasionalisme maupun empirisme memiliki kelemahan dan belum
mampu membimbing pencarian manusia untuk memperoleh pengetahuan yang pasti,
berlaku umum dan terbukti jelas.
Pendirian dua aliran tersebut sangat bertolak belakang.
Aliran Rasionalisme berpendirian bahwa rasio atau akal budi merupakan sumber
pengetahuan. Sedangkan Empirisme berpendirian sebaliknya bahwa pengalamanlah
sumber dari pengetahuan. Di sinilah Kant ingin mendamaikan pertentangan kedua
aliran tersebut.
Dalam filsafat kritisnya Kant berpendapat bahwa peranan
rasio atau akal budi tampak dalam pengetahuan apriori. Di samping itu peranan
empiris tampak jelas dalam pengetahuan aposteriori. Sehingga kedua perlu
disatukan dan tidak dapat mengunggulkan salah satunya dengan meninggalkan yang
lain.
Kritik Kant terhadap teori Rasionalisme adalah pada
pengetahuan yang dihasilkan dari pemikiran rasionalisme. Hal tersebut merupakan
putusan yang bersifat analitik apriori yaitu bentuk putusan yang predikatnya
sudah termasuk ke dalam subjek dengan sendirinya. Putusan tersebut mengandung
suatu kepastian yang berlaku umum. Sedangkan terhadap teori Empirisme, Kant
menyatakan bahwa putusan Empirisme bersifat sintetik aposteriori, yaitu bentuk
putusan yang predikatnya belum termasuk ke dalam subjek dan sifatnya tidak
tetap.
Berangkat dari kelemahan kedua teori tersebut, Kant
memadukan putusan keduanya yang bersifat sintetik apriori yaitu bentuk putusan
yang bersifat umum, universal dan pasti. Untuk memperolehnya Kant menunjukkan
tiga tahapan yang harus dilewati. Dalam tiga tahapan inilah dapat dipahami
alasan Kant menyatukan rasio Descartes dan pengalamannya Hume. Tiga tahapan
yang dimaksud Kant unruk memperoleh pengetahuan yang bersifat sintetik apriori
merupakan Tahap Inderawi, tahap akal budi dan tahap rasional.
Pertama,tahap inderawi. Peran subjek tampak lebih menonjol
namun tetap menggunakan bentuk rasio murni. Seperti ruang dan waktu yang dapat
diterapkan pada pengalaman. Hasil dari penginderaan yang diterapkan
pada ruang dan waktu ini merupakan fenomena konkrit, namun pengetahuan yang
didapat masih bisa berubah, tergantung pada subjek yang mengamatinya dan situsi.
Kedua, tahap akal budi. Setelah memperoleh pengetahuan yang
bersifat objek universal melalui penginderaan, masih harus diproses menggunakan
akal. Ketiga,tahap rasional. Dalam tahap ini pengetahuan yang telah
melewati akal budi dikaitkan lagi dengan tiga macam ide yaitu Allah (ide
teologis), jiwa (ide psikologis) dan dunia (ide kosmologis) agar dapat menjadi
sintetik apriori. Namun, ketiga macam ide tersebut tidak mungkin dapat dicapai
oleh akal manusia. Ketiga ide tersebut hanya sarana atau petunjuk untuk
memperoleh suatu pengetahuan yang utuh.
Kemudian Kant menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki
manusia penuh dengan keterbatasan. Dengan keterbatasan tersebut dapat melihat
realitas. Realitas bagi Kant merupakan dua sisi yang tak dapat dipisahkan yaitu
sisi empiris dan transenden. Jika sesuatu itu transenden (noumena atau das ding
an sich) atau suatu yang murni maka itu di luar jangkauan pengetahuan manusia.
Adapun ciri-ciri dari Kritisisme dapat disimpulkan dalam
tiga hal, yaitu pertama, menganggap bahwa objek pengenalan berpusat pada subjek
bukan pada objek. Kedua, menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk
mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau
gejalanya atau fenomena saja. Ketiga, menjelaskan bahwa pengalaman manusia atas
perpaduan antara perenan unsur apriori dan aposteriori.
1 Komentar