Terkapar Asa

Karya: Firda Ardhani
Managemen Bisnis Syariah, IAIN Tulungagung


Tersadar sejenak, hingga akhirnya mengingat lebih banyak. Peristiwa terjadi, tanpa kamu tahu kapan datangnya. Apa yang tiba-tiba terjadi, selalu datang tanpa diterka. Usah risau, takdir mu telah tertulis di jauh-jauh hari sebelumnya. Kita semua hanyalah lakon, jadi tinggal menjalankan sesuai peran yang telah Tuhan tentukan. Dan dari setiap peristiwa yang terjadi, selalu ada sejarahnya, cukup amati lalu pelajari, guna dapatkan makna dalam kehidupan yang terus berkelanjutan.

Teruntuk generasi milenial khususnya, seperti aku, kamu, dia dan mereka, sepertinya akhir-akhir ini jarang sekali membaca sesuatu yang berbau sejarah. Yang ada justru senang baca wattpad, webtoon, baca caption di Instagram, baca status di Facebook, ya kan ? Kalau tidak, iyain aja donk. Eitss, tapi berbeda dengan ku yang sangat hobi mengulik sejarah, membaca sejarah terjadinya sebuah peristiwa. Ya meski sejarah cuma dipelajari dulu waktu duduk dibangku sekolah, saat mata pelajaran sejarah berada. Tapi jauh sebelum itu, aku sudah menjadikan hobi sejak kecil, padalah dulu waktu kanak-kanak tidak tau apa itu sejarah, ya tiba-tiba jadi hobi aja yang bertahan sampai sekarang. Itu karena kakek ku yang seorang jurnalis kerap menceritakan kisah-kisah yang pernah beliau tulis di koran maupun majalah. Dan dari sekian banyak yang telah dipelajari, ada satu kalimat bergaris tebal yang masih benar-benar teringat erat di memori ku, yakni kata Ir. Soekarno JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah).

Sebelum berlalu lebih jauh lagi, perkenalkan, nama ku Onadio Revian Mahendra, biasa dipanggil Ona. Bertempat tinggal dikota gudeg yang juga biasa dikenal dengan kota pelajar. Aku asli Yogyakarta sejak masih dalam kandungan, lahir dipengakhir tahun 1000-an (ceilah kayak uang aja), tepatnya 30 September 1999. Berstatus mahasiswa, duda dan beranak dua (ampun, bohong deh, yang valid cuma fakta bahwa aku masih mahasiswa). Mengambil S-1 jurusan Pendidikan Sejarah di salah satu Universitas swasta di kota ku. Sejujurnya aku ini sangat pemalas, namun ada satu sisi unik yang terdapat pada diriku, seperti yang sudah ku sebutkan sebelumnya, yakni hobi mengulik sejarah.

Sehubungan dengan hobi ku yang senang mengulik sejarah,  tak sengaja waktu itu ketemu cerita menarik mengenai sosok beliau, Kapten Pierre Tendean yang bernama asli Pierre Andries Tendean, beliau meninggal saat masih berusia 26 tahun, ya terbilang masih cukup muda. Beliau menjadi korban salah sasaran atas terjadinya Peristiwa G30S/PKI yang dikenal juga dengan Gerakan 30 September. Kapten Pierre Tendean dan 6 jendral lainnya dibunuh dan dikubur di Lubang Buaya, Jakarta. 6 jendral tersebut yakni ; Jendral TNI Ahmad Yani, Letnan Jendral Anumerta Suprapto, Letnan Jendral M.T. Haryono, Jendral S. Parman, Mayor Jendral D.I Panjaitan, dan Mayor Jendral Sutoyo Siswomiharjo. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1965, tepat dua puluh tahun setelah Indonesia meraih kemerdekaannya.

Memang, sebelum Peristiwa G30S/PKI terjadi, nama Kapten Pierre Tendean tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas. Nama beliau muncul setelah terjadinya Peristiwa G30S/PKI. Saat itu, 30 September 1965, terjadi rencana penculikan kepada 7 Jendral, yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia untuk melakukan pemberontakan. Rencana pemberontakan waktu itu dilakukan oleh sejumlah prajurit Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Untung. Sebenarnya tujuan awal PKI melakukan hal ini guna ingin menjadikan negara Indonesia menjadi negara komunis. Kapten Pierre Tendean gugur dan menjadi korban salah tangkap, yang menjadi incaran sebenarnya adalah Jendral Abdul Haris Nasution. Prajurit yang dituga skan untuk menculik Jendral Abdul Haris Nasution salah sangka, dan alhasil justru yang diculik adalah ajudannya, yakni Kapten Pierre Tendean. Meski Jendral Abdul Haris Nasution selamat, namun nahas putrinya yang saat itu masih berusia 5 tahun tertembak oleh timah panas dari senapan prajurit-prajurit Cakrabirawa. Tidak dapat tertolong, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tersebut tewas setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.

Jam demi jam berlalu, pagi berganti siang, siang berganti sore, sore berganti malam, malam kembali lagi berganti pagi. Aku, salah satu pemuda dari jutaan pemuda yang hidup di negara ini. Kadang masih merasa asing dengan diri sendiri. Merasa bingung untuk apa diciptakan oleh-Nya dan untuk apa dilahirkan. Katanya usia muda adalah usia produktif untuk memulai kehidupan yang sesungguhnya. Tapi apa ? Aku justru senang bermalas-malasan dan bermain-main setiap harinya. Katanya lagi pemuda adalah agent of change", yang merupakan segelintir orang yang akan membawa perubahan. Tapi sayang sekali itu semua masih menjadi katanya. Teruntuk bumi pertiwi ku, maaf saat ini salah satu pemuda mu belum mampu mendobrak sebuah gebrakan untuk Indonesia yang lebih baik ke depannya.

*Drrrrttttttt, Drrrrtttttt, Drttttttt*

Ponsel ku bergetar, menandakan ada notifikasi masuk. Buru-buru ku raih ponsel ku (barangkali ada transferan masuk senilai Rp. 100.000.000, lumayan bisa jadi rejeki nomplok, hehe, tidak ada salahnya kan berbaik sangka). Buka kunci, sidik jari, ok, layar terbuka.

"Nahhh, Onahhh, kamu sibuk tidak ?" Bunyi pesan WhatsApp yang tertera dilayar ku.

"Yaelah Jabrik, ada apa gerangan ?" Balas ku padanya, dia Jefri, aku dan teman-teman ku lainnya akrab memanggilnya dengan sebutan Jabrik, karena memang rambutnya selalu punya moncong ke atas.

"Ngangkring kuy, dah kangen abis sama nasi kucing, wedang wuwuh plus sundukan-sundukan lainnya." Jadi gini, sundukan-sundukan it's mean telur puyuh, jeroan ayam, usus dan lain sebagainya, yang ditusuk seperti sate.

"Ya dah ayok, siapa aja ?"                       

"Yongki, Jojon sama Torik dah ku kabari, ok ok aja dia, kalau kau ok juga habis ini tak samperin."

"Yayaya, mandi dulu. Jam 15.00 tepat kau harus sampai sini."

Ya kurang lebih agenda ku setiap hari cuma seperti itu, nongkrong kesana kemari, tanpa jelas tujuannya apa. Hanya bersenang-senang semata. Pernah saat itu aku bercita-cita untuk mengabdikan diri sebagai garda terdepan dalam mengamankan keutuhan Negara Republik Indonesia (NKRI) dan menjadi bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) lebih tepatnya TNI AD (Angkatan Udara). Seperti Kapten Pierre Tendean, salah satu pahlawan di era orde baru, yang masih muda dan memiliki semangat yang kuat (maunya sih aku juga gitu, punya semangat, hehe). Meski sebagian darah yang mengalir ditubuh Kapten Pierre Tendean bukan darah asli keturunan Indonesia seutuhnya tapi rasa nasionalismenya tinggi. Beliau keturunan Belanda Prancis dari ibunya dan ayahnya berdarah Minahasa, tidak diragukan lagi jika beliau tampak tampan dan menawan.

Hari itu, Minggu, Jabrik main ke rumah seperti biasanya. Dia bercerita tentang pacarnya yang setiap hari mengusik hari-harinya. Sebenarnya aku bosan mendengar segala macam keluhan percintaan yang dimilikinya. Ini alasan mengapa aku malas mengenal cinta sebelum benar-benar mengenal diriku sendiri, mengenal apa yang ku mau sebenarnya.

"Broo, capek bener tahu, hampir tiap hari Viona marah-marah ke aku." Curhat Jabrik pada ku.

"Kan udah aku kata waktu itu, jangan cinta-cintaan dulu kalau cita-cita aja kamu belum punya."

"Ya namanya anak muda, wajar aja, lagian aku bukan tipe lelaki semacam kamu. Yang menyia-nyiakan masa mudanya untuk hanya sekedar mencari jati diri terus sampai mampus. Kamu ini sebenarnya tampan, badan tinggi, atletis, kulit kuning langsat, coba aku bukan lelaki pasti sudah naksir sama kamu."

"Gini nih bikin tambah males ngomong sama orang yang bucinnya tingkat dewa. Ya kan tiap orang punya prinsip sendiri-sendiri. Mending tuh sana urusin pacarmu itu, nanti marah-marah lagi tahu rasa kamu."

"Iya-iya, susah emang ngomong sama bujangan." Balasnya sambil mengambil cemilan dalam toples yang disediakan ibu ku.

Manusia diciptakan menjadi makhluk paling sempurna diantara makhluk-makhluk lainnya. Jadi, jangan cuma punya otak-otakan doank. Emang situ ayam, ya kadang dibuat mikir juga. Jangan cuma buat aksesoris dikepala. Eh, gimana-gimana? Jadi itu otak benaran atau bukan? Hehe, tidak begitu kok. Jadi begini, atas apa pun yang ada, kamu perlu pelajari dan ambil makna, coba cari kemudian telaah sendiri. Biar tidak seperti ayam yang punya otak tapi tidak berfungsi dan tidak dipakai mikir.

Sudah ku ceritakan sebelumnya, bahwa aku bercita-cita untuk menjadi bagian militer dari salah satu cabang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yakni TNI AD (Angkatan Udara).  Namun sangat disayangkan semua itu kandas, takdir ku tidak bisa seperti mau ku. Hal tidak terduga terjadi, h-30 test berlangsung, setelah semua berkas sudah terkumpul, ada satu kejadian yang sangat pahit dalam perjalanan hidup ku, ayah pergi untuk selama-lamanya. Dengan kejadian ini, aku tidak tega untuk meninggalkan ibu sendirian, apalagi aku hanya anak semata wayangnya, siapa lagi yang akan menemani ibu selepas ayah telah tiada. Dengan berat hati, aku ikhlaskan semua cita-cita ku sejak dulu, semua tiada artinya lagi.

Sedikit flashback, saat itu 7 hari selepas meninggalnya ayah, dimana semua tetap berjalan seperti biasa, meski dunia ku sedang hancur berantakan. Saat itu, ibu terlihat amat terpukul, seperti tidak percaya bahwa sosok yang selama ini menemaninya telah menghadap Tuhan terlebih dahulu. Kini hanya kenangan yang tersisa, yang terkenang bagi ku dan ibu, untuk selamanya.

Lee, cah bagus, kesini, ibu mau bilang. Ucap ibu sambil menyeka air matanya.

Iya bu, ada apa ? Jawab ku mendekat pada ibu.

Sekarang ibu punyanya cuma kamu. Ibu tidak berharap banyak pada kamu le, ibu juga tidak meminta banyak. Cukup kamu temani ibu. Jangan kemana-mana, sudah cukup ibu kehilangan ayah. Ibu tidak mau kehilangan kamu juga le.

Bu yang tenang, aku tidak akan kemana-mana. Aku tetap disini menemani ibu. Kalau maksud dari perkataan ibu adalah bahwa aku harus menghentikan cita-cita ku dan harus menguburnya dalam-dalam, aku tidak apa-apa bu. Apapun yang tidak disertai ridho dari ibu tidak akan mendatangkan hal baik untuk aku ke depannya. Jika tidak mendapat restu dari ibu, dengan hati yang berat sekali pun akan ku ikhlaskan.

Cah bagus, perkara itu jangan kamu takut, insyallah ke depannya kamu pun akan temui kehidupan yang lebih baik daripada itu, percaya sama ibu, feeling seorang ibu tidak akan salah le. Percaya ke ibu.

Merelakan apa yang ku usahakan sekuat tenaga tidaklah mudah. Jatuh ketika terpuruk, bangkit ketika lemah. Mengikhlaskan apa yang bukan jadi jalan ku. Hingga akhirnya ku putuskan untuk tetap disini, di kota ku, Yogyakarta dengan berjuta keindahan. Ku putuskan kuliah yang sesuai dengan passion ku, tidak apa menanggalkan cita-cita asal bisa menemani ibu ku dalam melanjutkan hidupnya. Meski sungguh asa ku hancur, remuk, redam tidak keruan. Yang ku percaya hanya bahwa semua yang berlalu pasti ada alasannya.

Dan pada akhirnya aku galau, begitu sebutan anak muda jaman sekarang. Galau, galau dan galau. Itu alasan kenapa aku kerap nongkrong kesana kemari. Untuk mencoba mencari jati diri yang hingga kini belum ku temukan. Selalu ku berharap untuk bisa seperti pahlawan idola ku, Kapten Pierre Tendean, yang dapat terkenang meski raganya telah hilang. Semoga kelak aku bisa sepertinya, meski dengan tidak menjadi abdi negara.

Posting Komentar

0 Komentar