Ngedok, bentuk pengakraban dikalangan santri


Oleh Margaretha [] Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama; IAIN Tulungagung [] Staf Verstehen Organic Philosophy

Jawa dikenal memiliki kualitas pendidikan yang baik, terutama dengan keberadaan pesantren. Selain pendidikan formalnya, masih terdapat banyak pesantren. Lembaga pendidikan ini,  sering diunggulkan, sebagai tempat memperdalam ilmu agama.

 Pesantren, sekarang ini dikenal memiliki tiga jenis. Pertama, Pesantren Salaf (mengutamakan kitab kuning dan menomorduakan pendidikan formal). Pesantren Semi-modern (menyeimbangkan antara pendidikan kitab dan formal). Pesantren Modern (menyesuaikan dengan pendidikan formal, mengutamakan kemampuan berbahasa Arab dan Inggris). Tapi ada unsur yang tidak bisa dipisahkan dari pesantren –Kyai, Bu nyai, Gus, Neng dan Santri. 

Santri, seperti yang biasa diketahui banyak orang, sebutan pelajar di pesantren. Tidak hanya belajar, kadang beberapa dari mereka juga mengabdi (nderek kyai). Menjalankan segala tugas di ndalem (rumah kyai). Pengabdian itu, bukan untuk mendapatkan imbalan, tapi utamanya demi ilmu yang barokah (ngalap barokah kyai). 

Selain itu, berkaitan dengan pendidikan, terutama di Pesantren Salafi. Para santri tidak hanya mendapatkan ilmu dari mengaji kitab saja, tapi melalui kebiasaan. Didasarkan pada kitab Maroqiyul Ubudiyyah. 

Kitab itu mengajarkan buruknya kebiasaan makan yang terlalu kenyang. Hal tersebut menyebabkan kerasnya hati, merusak kecerdasan, melemahkan hafalan dan malas beraktifitas. Karena itu, selain dari mengaji, ajaran tersebut juga dijadikan kebiasaan. 

Dikenal sebagai ngedok, berupa makan bersama di satu wadah besar. Kemudian dilahap secara bersama-sama dengan banyak santri. Bila tidak terbiasa, hal tersebut terkesan tidak menyenangkan.

Semacam treatment, agar santri tidak terlalu kenyang ketika makan. Saat makan para santri ini dibiasakan makan dalam satu wadah dan dilahap banyak santri. Hal itu juga menambah keakraban di antara para santri. 

Mereka mengawali dengan berdoa bersama. Terkadang juga berebut mencuci wadah ngedok tersebut. Apabila ada sisa makanan, para santri biasanya menganggap itu sebagai barokah. Karena barokah  makan bersama, terdapat diakhir. Hal itu juga mengajarkan untuk selalu menghabiskan makanan agar tidak mubazir. 

Bagi para santri, sungguh beruntung jika satu wadah dengan Kyai. Sesuatu yang ditunggu bagi santri, kadang mereka berebutan menghabiskan sisa makanan kyai demi mendapatkan barokahnya.

Ngedok sering dilaksanakan di pesantren ketika ada acara –manaqiban, syukuran, berzanzi, khataman qur’an. Kadang ada warga yang membuka usaha makanan, agar diberi kelancaran meminta doa kepada kyai. Permintaan tersebut diwujudkan, berupa memberi makanan, untuk dimakan bersama-sama.

Selain hal ini, ngedok kerapkali terjadi apabila ada salah satu santri yang disambang (dijenguk orang tua). Biasanya orang tua membawakan makanan yang terbatas, oleh karenanya ngedok ini dilakukan agar banyak santri yang bisa merasakan.

Karena telah terbiasa, beberapa santri mengaku makan sendiri tidak senikmat makan bersama. Walau sering berebut dan mendapat sedikit  makanan, hal inilah yang berkesan ketika nyantri. Hidup di lingkungan Pesantren sangat identik dengan kebiasaan untuk saling berbagi. Ngedok ini salah satu upaya tersebut, dengan berbagi inilah kebersamaan akan lebih kuat.
Beberapa orang yang telah lulus dari Pesantren (alumni) ternyata mengatakan bahwa hal yang berkesan di Pesantren ialah ngedok ini. Ketika dirumah merasakan makan tidak seindah masa-masa menjadi santri. Kadang sebagian dari mereka juga mengadakan sowan (silaturrahmi ke ndalem) dan menceritakan beberapa hal yang tidak mereka temui ditempat lain, salah satunya ialah ngedok ini. Kesimpulannya, setiap santri dapat menikmati kebersamaan yang diterapkan dari proses yang disebut dengan ngedok.

Posting Komentar

0 Komentar