
Jawa dikenal memiliki kualitas pendidikan
yang baik, terutama dengan keberadaan pesantren. Selain pendidikan formalnya, masih
terdapat banyak pesantren. Lembaga pendidikan ini, sering diunggulkan, sebagai tempat
memperdalam ilmu agama.
Pesantren, sekarang ini dikenal memiliki tiga
jenis. Pertama, Pesantren Salaf (mengutamakan kitab kuning dan menomorduakan
pendidikan formal). Pesantren Semi-modern (menyeimbangkan antara pendidikan
kitab dan formal). Pesantren Modern (menyesuaikan dengan pendidikan formal, mengutamakan
kemampuan berbahasa Arab dan Inggris). Tapi ada unsur yang tidak bisa
dipisahkan dari pesantren –Kyai, Bu nyai, Gus, Neng dan Santri.
Santri, seperti yang biasa
diketahui banyak orang, sebutan pelajar di pesantren. Tidak hanya belajar, kadang
beberapa dari mereka juga mengabdi (nderek kyai). Menjalankan segala tugas di ndalem
(rumah kyai). Pengabdian itu, bukan untuk mendapatkan imbalan, tapi utamanya demi
ilmu yang barokah (ngalap barokah kyai).
Selain itu, berkaitan dengan pendidikan,
terutama di Pesantren Salafi. Para santri tidak hanya mendapatkan ilmu dari
mengaji kitab saja, tapi melalui kebiasaan. Didasarkan pada kitab Maroqiyul
Ubudiyyah.
Kitab itu mengajarkan buruknya
kebiasaan makan yang terlalu kenyang. Hal tersebut menyebabkan kerasnya hati,
merusak kecerdasan, melemahkan hafalan dan malas beraktifitas. Karena itu,
selain dari mengaji, ajaran tersebut juga dijadikan kebiasaan.
Dikenal sebagai ngedok, berupa
makan bersama di satu wadah besar. Kemudian dilahap secara bersama-sama dengan
banyak santri. Bila tidak terbiasa, hal tersebut terkesan tidak menyenangkan.
Semacam treatment, agar santri tidak terlalu kenyang
ketika makan. Saat makan para santri ini dibiasakan makan dalam satu wadah dan
dilahap banyak santri. Hal itu juga menambah keakraban di antara para santri.
Mereka mengawali dengan berdoa bersama.
Terkadang juga berebut mencuci wadah ngedok tersebut. Apabila ada sisa makanan,
para santri biasanya menganggap itu sebagai barokah. Karena barokah makan bersama, terdapat diakhir. Hal itu juga
mengajarkan untuk selalu menghabiskan makanan agar tidak mubazir.
Bagi para santri, sungguh
beruntung jika satu wadah dengan Kyai. Sesuatu yang ditunggu bagi santri,
kadang mereka berebutan menghabiskan sisa makanan kyai demi mendapatkan
barokahnya.
Ngedok sering dilaksanakan di pesantren
ketika ada acara –manaqiban, syukuran, berzanzi, khataman qur’an. Kadang ada
warga yang membuka usaha makanan, agar diberi kelancaran meminta doa kepada
kyai. Permintaan tersebut diwujudkan, berupa memberi makanan, untuk dimakan
bersama-sama.
Karena telah terbiasa, beberapa
santri mengaku makan sendiri tidak senikmat makan bersama. Walau sering berebut
dan mendapat sedikit makanan, hal inilah
yang berkesan ketika nyantri. Hidup di lingkungan Pesantren sangat identik
dengan kebiasaan untuk saling berbagi. Ngedok ini salah satu upaya tersebut,
dengan berbagi inilah kebersamaan akan lebih kuat.
Beberapa orang yang telah lulus
dari Pesantren (alumni) ternyata mengatakan bahwa hal yang berkesan di
Pesantren ialah ngedok ini. Ketika dirumah merasakan makan tidak seindah
masa-masa menjadi santri. Kadang sebagian dari mereka juga mengadakan sowan
(silaturrahmi ke ndalem) dan menceritakan beberapa hal yang tidak mereka temui
ditempat lain, salah satunya ialah ngedok ini. Kesimpulannya, setiap santri
dapat menikmati kebersamaan yang diterapkan dari proses yang disebut dengan
ngedok.
0 Komentar